- Soundrenaline 2025 bertransformasi melalui visi "Sana Sini" menjadi gerakan desentralisasi panggung dari ibu kota ke komunitas.
- Festival ini memulai tur di Makassar, Medan, Bandung, dan Palembang, ditutup dengan acara puncak empat hari di Jakarta Desember 2025.
- Strategi inklusif ini diapresiasi kurator internasional karena memfasilitasi penemuan talenta lokal di luar Jakarta dan memperkuat komunitas.
Cecilia Soojeong Yi dari DMZ Peace Train Music Festival menekankan bahwa komunitas adalah "wajah asli" musik sebuah bangsa.
Baginya, mendatangkan delegasi internasional langsung ke ruang komunitas adalah kunci agar dunia melihat keberagaman musik Indonesia yang sesungguhnya, bukan sekadar satu atau dua artis yang dianggap mewakili negara.
Senada dengan itu, Orbis Fu dari ULC Presents mengaku iri dengan solidaritas musisi Indonesia.
"Orang-orang di sini saling mendukung dan berkontribusi. Kekuatan komunitas lokal di sini sangat luar biasa," katanya memuji.
Di tengah gempuran teknologi kecerdasan buatan (AI), Soundrenaline 2025 membawa pesan kuat: pengalaman fisik tidak akan pernah bisa digantikan oleh algoritma.
Cecilia Soojeong Yi memberikan catatan emosional bahwa musik bukan hanya soal suara yang keluar dari speaker, melainkan tentang pengalaman kolektif, seperti kehujanan bersama di depan panggung, yang membekas di ingatan fisik manusia.
Johnnie Moylett menutupnya dengan pernyataan tegas, "AI mungkin bisa menulis email atau melakukan pekerjaan berat, tapi soal musik, semangat manusia akan selalu menang. Anda tidak bisa mencintai sesuatu yang palsu."
Dengan keberhasilan merajut semangat kreatif dari 37 kota, Soundrenaline 2025 telah membuktikan bahwa masa depan musik Indonesia terletak pada kolaborasi, inklusivitas, dan keberanian untuk melampaui batas.
Ini bukan sekadar festival; ini adalah warisan bagi ekosistem kreatif masa depan.
Baca Juga: Reuni Akbar 20 Tahun OST Janji Joni di Soundrenaline 2025: Nostalgia Sound Indie yang Belum Mati