Suara.com - Kebahagiaan ibu menjadi salah satu kunci sukses proses perkembangan motorik hingga emosional anak. Namun sayangnya, tekanan dan kecemasan yang dialami ibu justru semakin meningkat di masa pandemi.
Hal ini kata Psikolog Klinis Anak dan Keluarga, Anna Surti Ariani, dapat dilihat terutama dari segi finansial, kesehatan dan peran ganda ibu dalam mengurus rumah tangga serta perkembangan anak.
Selain itu, faktor sandwich generation yang dialami ibu dalam mengasuh orangtua mereka beserta anak di waktu yang bersamaan juga sangat mempengaruhi.
Tentu saja, semua itu dapat berdampak buruk bagi kesejahteraan mental ibu, seperti munculnya gejala depresi dan kecemasan.
Dalam webinar yang digelar Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia melalui Sahabat Bunda Generasi Maju (SBGM), Anna Surti juga mengatakan, tidak hanya masalah rumah tangga, faktor internal lain seperti toxic positivity juga sangat memengaruhi kondisi mental ibu.
"Dalam hal ini, ibu dituntut untuk terlihat sebagai sosok yang selalu bahagia dan memancarkan emosi positif. Sedangkan, ibu yang berkeluh kesah karena kelelahan mengasuh anak kerap dipermalukan."
"Hal tersebut mencerminkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental ibu masih minim," ungkap dia dalam siaran pers yang Suara.com terima Rabu (22/12/2021).
Padahal, kata Anna Surti, pada dasarnya semua jenis emosi ada manfaatnya dan boleh dialami secara wajar. Stres (eustress) dibutuhkan untuk membuat kita lebih bersemangat. Namun jika stres berlebihan, ibu bisa rugikan anak, diri sendiri dan seluruh keluarga.
Terlebih kondisi tubuh sangat erat kaitannya dengan kondisi psikis. Karena itu ia menyarankan agar para ibu bisa menguasai cara untuk menenangkan diri, lakukan kebiasaan baik, jika masalah terus berlanjut maka konsultasikanlah kepada ahli.
Baca Juga: Hari Ibu, TII Minta Pemerintah Lebih Peka Soal Permasalahan Ibu di Indonesia
"Faktor lingkungan dan budaya turut mempengaruhi, sehingga ibu kerap kali mengabaikannya."