Dari Donor Kadaver hingga Teknologi Robotik, Masa Depan Transplantasi Ginjal di Indonesia

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Jum'at, 19 September 2025 | 13:48 WIB
Dari Donor Kadaver hingga Teknologi Robotik, Masa Depan Transplantasi Ginjal di Indonesia
Ilustrasi operasi transplantasi ginjal (Pixabay/Sasin Tipchai)

Suara.com - Kasus gagal ginjal di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan lebih dari 200.000 pasien harus menjalani terapi hemodialisis.

Bagi mereka yang sudah memasuki stadium akhir, transplantasi ginjal menjadi harapan utama. Namun, minimnya ketersediaan donor dan masih terbatasnya kesiapan sistem kesehatan membuat solusi medis ini belum bisa diakses secara luas.

Menjawab tantangan tersebut, Siloam International Hospitals melalui Siloam ASRI menggelar 5th Siloam Urology – Nephrology Summit 2025 pada Agustus lalu.

Ilustrasi operasi bariatrik yang dijalani Jennifer Dunn (Unsplash/National Cancer Institute)
Ilustrasi operasi bariatrik yang dijalani Jennifer Dunn (Unsplash/National Cancer Institute)

Forum ini menghadirkan para pakar dari dalam dan luar negeri, membahas berbagai terobosan, mulai dari penguatan sistem donor, pencegahan penolakan organ, hingga pemanfaatan teknologi robotik dalam transplantasi ginjal.

Salah satu solusi yang disorot adalah penerapan donor dari pasien meninggal dunia atau cadaveric donor. Menurut dr. Aries Perdana, Sp.An-KKV, keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh diagnosis mati batang otak yang akurat, manajemen donor di ICU, serta koordinasi antar rumah sakit.

Pandangan ini diperkuat oleh Prof. dr. Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid, SpU(K), FICRS, PhD, yang menekankan pentingnya penilaian kualitas donor dan penerima agar transplantasi benar-benar memberi manfaat jangka panjang.

Tantangan lain adalah mencegah tubuh pasien menolak organ baru. Prof. Dr. dr. Endang Susalit, SpPD-KGH, FINASIM, menjelaskan bahwa kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat imunosupresan menjadi kunci keberhasilan pasca-operasi.

“Obat bisa efektif, tapi tanpa disiplin, risiko kegagalan transplantasi tetap tinggi,” tegasnya.

Selain itu, teknologi robotik juga dipandang sebagai masa depan transplantasi ginjal. Prof. Shin Sung dari Korea Selatan menyebut teknologi ini memungkinkan prosedur lebih presisi, minim invasif, dan mempercepat pemulihan pasien.

Baca Juga: KPK Panggil Komisaris Utama PT Inhutani V untuk Kasus Suap Izin Pengelolaan Kawasan Hutan

Dengan dukungan tenaga medis, fasilitas, dan sistem pelayanan bertaraf internasional, Siloam ASRI telah menangani lebih dari 460 kasus transplantasi ginjal dengan tingkat kelangsungan hidup setahun pasca operasi mencapai 98,9%.

Melalui forum medis tahunan ini, Siloam menegaskan komitmennya untuk mendorong layanan kesehatan Indonesia menuju standar global, khususnya di bidang urologi dan nefrologi.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI