Seberapa Kuat Daya Tahan Tubuh Manusia? Ini Kata Studi Terbaru

Husna Rahmayunita Suara.Com
Senin, 27 Oktober 2025 | 18:58 WIB
Seberapa Kuat Daya Tahan Tubuh Manusia? Ini Kata Studi Terbaru
Tubuh manusia ternyata memiliki batas energi yang tak bisa dilewati, bahkan oleh atlet ultra-maraton paling tangguh sekalipun (Pexels)

Suara.com - Tubuh manusia ternyata memiliki batas energi yang tak bisa dilewati, bahkan oleh atlet ultra-maraton paling tangguh sekalipun.

Studi terbaru menemukan bahwa seberapa keras pun seseorang berlatih, tubuh hanya mampu mempertahankan pembakaran energi hingga 2,5 kali lipat dari tingkat metabolisme basal (BMR) — batas tertinggi yang disebut para ilmuwan sebagai “metabolic ceiling.”

Temuan ini diungkap dalam jurnal Current Biology oleh tim peneliti dari Massachusetts College of Liberal Arts yang dipimpin oleh antropolog sekaligus pelari ultra-marathon, Andrew Best.

Menurut laporan SciTechDaily (26/10/2025), ia dan timnya meneliti 14 atlet ultra-endurance — pelari, pesepeda, dan triatlet — untuk mencari tahu sejauh mana tubuh manusia bisa bertahan dalam kondisi ekstrem.

“Setiap makhluk hidup punya batas metabolisme, tapi yang menjadi pertanyaan adalah seberapa tinggi batas itu dan apa yang menahannya,” jelas Best mengutip SciTechDaily (26/10/2025).

Peneliti menemukan bahwa meskipun manusia bisa mencapai hingga 10 kali BMR dalam aktivitas intens sesaat, seperti sprint atau lomba jarak pendek, tubuh tak mampu mempertahankan level itu dalam jangka panjang

. Setelah beberapa hari atau minggu, tingkat pembakaran kalori menurun dan akhirnya stabil di sekitar 2,4–2,5 kali BMR.

“Kalau kamu melampaui batas ini untuk waktu lama, tubuhmu akan mulai memecah jaringan ototnya sendiri untuk bertahan,” kata Best. “Kamu bisa kehilangan massa tubuh dan kekuatan.”

Untuk mengukur seberapa banyak energi yang digunakan para atlet, tim menggunakan teknik ilmiah canggih dengan air yang mengandung isotop deuterium dan oksigen-18 — versi “lebih berat” dari hidrogen dan oksigen biasa.

Para atlet meminum air ini selama masa latihan dan lomba. Ketika mereka buang air kecil, peneliti menganalisis kandungan isotop dalam urine mereka untuk menghitung berapa banyak karbon dioksida yang dikeluarkan — yang kemudian menunjukkan jumlah kalori yang terbakar.

Hasilnya menunjukkan bahwa selama lomba multi-hari, beberapa atlet bisa membakar 6.000–8.000 kalori per hari, bahkan ada yang mencapai 11.000 kalori dalam satu hari. Namun dalam periode lebih panjang, seperti 30 hingga 52 minggu, tingkat pembakaran energi mereka kembali ke angka sekitar 2,5 kali BMR, menunjukkan adanya batas fisiologis alami.

Peneliti juga menemukan bahwa tubuh manusia secara otomatis menyesuaikan pengeluaran energinya untuk menjaga keseimbangan.

Saat para atlet menggunakan lebih banyak energi untuk aktivitas ekstrim seperti berlari atau bersepeda, mereka tanpa sadar mengurangi energi di area lain, seperti gerakan kecil, berjalan santai, atau bahkan keinginan untuk bangun dari tempat tidur.

“Otak kita sangat pintar. Ia bisa menurunkan aktivitas tubuh tanpa kita sadari, seperti membuat kita malas bergerak atau cepat mengantuk, agar energi tetap hemat,” ujar Best.

Meski temuan ini penting untuk memahami batas ketahanan manusia, Best menegaskan bahwa kebanyakan orang tidak akan pernah mencapai batas metabolik ini.

“Untuk mencapai angka 2,5 kali BMR, seseorang harus berlari rata-rata 17 kilometer setiap hari selama setahun penuh,” katanya sambil tertawa. “Sebagian besar dari kita sudah cedera duluan sebelum sampai ke sana.”

Namun, bagi para peneliti, orang-orang yang sanggup mendekati batas ini adalah “laboratorium hidup” yang sangat berharga untuk memahami bagaimana tubuh manusia bekerja di level tertingginya.

Temuan ini bukan hanya penting bagi atlet profesional, tetapi juga memberi wawasan baru bagi ilmu metabolisme, nutrisi, dan kesehatan tubuh.

Menurut Nigel Turner, peneliti metabolisme dari University of New South Wales, studi ini menunjukkan bahwa tubuh memiliki mekanisme alami untuk menjaga keseimbangan energi.

Jika seseorang terus membakar energi lebih dari 2,5 kali BMR dalam waktu lama, asupan makanan tidak akan mampu menggantikan energi yang hilang, dan tubuh akan menggunakan cadangan dari jaringan otot atau lemaknya sendiri.

“Dalam jangka panjang, hal ini bisa menyebabkan penurunan berat badan ekstrem atau bahkan kerusakan jaringan,” kata Turner menurut laporan Smithsonian Magazine (23/10/2025).

Namun, beberapa peneliti lain, seperti Bryce Carlson, antropolog sekaligus atlet ultra-endurance, berpendapat bahwa batas ini bisa jadi bukan batas absolut. Dengan kemajuan teknologi gizi dan strategi pemulihan, mungkin saja manusia suatu hari nanti dapat menembus angka tersebut.

“Apakah ini batas akhir manusia, atau kita hanya belum menemukannya?” tanya Carlson mengutip Smithsonian Magazine (23/10/2025).

Walau sebagian besar orang tidak akan pernah menempuh jarak ribuan kilometer dalam setahun, penelitian ini membantu ilmuwan memahami bagaimana tubuh mengatur energi untuk bertahan hidup.

Dalam keseharian, prinsip yang sama juga berlaku: saat seseorang bekerja terlalu keras tanpa istirahat yang cukup, tubuh akan otomatis menurunkan energi di fungsi lain — seperti konsentrasi, mood, atau daya tahan tubuh.

Dengan kata lain, penelitian tentang atlet ultra-endurance ini bukan hanya tentang kompetisi ekstrem, tetapi juga tentang bagaimana tubuh manusia menjaga keseimbangan agar tetap hidup dan berfungsi dengan baik.

“Tubuh kita luar biasa,” kata Best. “Ia tahu kapan harus berlari kencang, dan kapan waktunya berhenti.”

Kontributor : Gradciano Madomi Jawa

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI