Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?

Dinda Rachmawati Suara.Com
Sabtu, 08 November 2025 | 07:54 WIB
Data BPJS Ungkap Kasus DBD 4 Kali Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes, Ada Apa?
Ilustrasi Nyamuk DBD
Baca 10 detik
  • Kasus rawat inap dengue 2024 tembus 1 juta, empat kali lipat data Kemenkes. MPR RI dan KOBAR dorong sistem pelaporan terpadu menuju nol kematian dengue 2030.
  • BPJS catat klaim dengue naik jadi Rp2,9 triliun. Pemerintah diminta perkuat pencegahan dan deteksi dini.
  • MPR RI tekankan kepemimpinan nasional dan satu data untuk wujudkan Indonesia bebas kematian akibat dengue.

Suara.com - Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia menunjukkan lonjakan besar. Data BPJS Kesehatan mencatat sepanjang 2024 terdapat 1.068.881 kasus dengue, dengan 98,7% atau 1.055.255 pasien di antaranya menjalani rawat inap

Angka ini hampir empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan laporan Kementerian Kesehatan di tahun yang sama. Selain itu, klaim biaya perawatan akibat dengue meningkat dari sekitar Rp1,5 triliun pada 2023 menjadi Rp2,9 triliun pada 2024. 

Data tersebut menggambarkan bahwa beban sebenarnya di masyarakat jauh lebih besar daripada yang tercatat, dan sistem pelaporan yang ada masih perlu diperkuat serta diintegrasikan agar memberikan gambaran yang lebih menyeluruh dan akurat.

Melihat kondisi tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) bersama Koalisi Bersama (KOBAR) Lawan Dengue menggelar Dialog Kebijakan bertema “Membangun Sistem Pelaporan dan Peringatan Dini yang Terintegrasi Menuju Indonesia Zero Dengue Death 2030.” 

Forum ini menghadirkan para pemangku kebijakan lintas sektor, mulai dari pemerintah, DPR, akademisi, organisasi profesi, sektor swasta hingga masyarakat sipil untuk menyatukan pandangan dan melahirkan rekomendasi konkret bagi penguatan sistem pelaporan dan peringatan dini dengue di Indonesia.

Alarm DBD! Data BPJS Ungkap Kasus 4x Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes (Dok. Istimewa)
Alarm DBD! Data BPJS Ungkap Kasus 4x Lebih Tinggi dari Laporan Kemenkes (Dok. Istimewa)

Wakil Ketua MPR RI, Dr. Lestari Moerdijat, SS, MM, menegaskan bahwa dengue bukan lagi sekadar isu kesehatan, melainkan cerminan kesiapan sistem nasional dalam melindungi rakyat. 

“Dengue bukan lagi sekadar masalah kesehatan masyarakat, tapi cermin kesiapan sistem kita dalam melindungi rakyat. Kita perlu membangun satu data, satu arah, satu komitmen, agar setiap kematian akibat dengue tidak lagi dianggap wajar,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama. Ketua Umum KOBAR Lawan Dengue, dr. H. Suir Syam, M.Kes., M.M.R., menyoroti perbedaan data antara BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan yang menunjukkan adanya under-reporting beban dengue nasional. 

“Kami mencatat bahwa ada gap besar antara data yang tercatat di Kementerian Kesehatan, yaitu sekitar 257 ribu kasus di tahun 2024, dan data rawat inap karena dengue di BPJS Kesehatan sekitar 1 juta di tahun yang sama," tambah dia.

Baca Juga: Jawa Barat Darurat DBD! Kasus Tertinggi Nasional, Kematian Mengintai: Apa yang Harus Dilakukan?

Hal ini, lanjut dr. H. Suir Syam menunjukkan adanya under-reporting tentang beban riil dengue. Karena itu pihaknya berharap dari diskusi ini muncul satu data beban dengue yang dapat dijadikan acuan bersama.

Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D, menegaskan bahwa pihaknya tengah memperbarui Strategi Nasional (STRANAS) Penanggulangan Dengue yang akan berakhir pada November 2025. 

“Kementerian Kesehatan berkomitmen menciptakan kebijakan yang kuat guna menyukseskan tujuan besar Nol Kematian Akibat Dengue di Tahun 2030. Kini, strategi baru sedang disiapkan untuk memperkuat deteksi dini, respons cepat, manajemen KLB, serta memanfaatkan inovasi seperti vaksinasi dan teknologi wolbachia,” ujarnya.

Dari sisi pembiayaan, Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan, dr. Lily Kresnowati, M.Kes., menekankan bahwa peningkatan beban biaya menunjukkan perlunya perubahan pendekatan. 

Angka klaim pembiayaan akibat dengue, kata dia memang meningkat dari Rp1,5 triliun pada 2023 menjadi Rp2,9 triliun pada 2024. Sebagian besar berasal dari kasus rawat inap yang seharusnya bisa dicegah. 

"Ketika data klaim BPJS menunjukkan kasus empat kali lebih banyak dari laporan nasional, itu tanda bahwa sistem pelaporan dan deteksi dini harus diperbaiki. Pencegahan jauh lebih efisien daripada biaya kuratif yang terus membengkak,” jelasnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI