Ia mencontohkan sepak terjang Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Puan Maharani dalam politik, yang dianggap sebagai kelanjutan dinasti politik Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden RI-5 Megawati Soekarnoputri.
"AHY maju Pilkada DKI (Pilgub DKI Jakarta 2017) kalah kok. Puan juga tidak dicalonkan sebagai capres, karena memang ini urusannya dengan rakyat. Semua ada kalkulasinya, mau anak siapapun, apakah itu anak presiden atau anak orang biasa sama saja," jelasnya.
Anis menegaskan di dalam sistem demokrasi Pemilu, tidak ada politik dinasti, semuanya setara dan bergantung kepada rakyat sebagai pemegang suara.
"Coba apa kurangnya Puan? Dia anak Megawati. Puan juga sudah kampanye mau jadi capres ke sana kemari, sampai membentuk Dewan Kolonel, tetap nggak dipilih sama PDIP, karena memang pertimbangannya adalah elektabilitas," katanya.
Anis Matta menilai, tidak boleh ada diskriminasi usia untuk menjadi pemimpin, dengan menghilangkan hak anak muda.
Padahal suara anak muda diperebutkan dalam setiap pemilihan atau election.
"Jadi ketika orang sudah menjadi voters di usia muda, maka pada saat yang sama tidak boleh dihilangkan haknya untuk menjadi pemimpin," tegasnya.
Kiprah para pemimpin muda, kata Anis Matta, juga banyak dikenal dalam sejarah Islam dan berhasil seperti Umar bin Abdul Azis, Khalifah Dinasti Umayyah dan Muhammad al-Fatih (Mehmed II), Sultan Ustmaniyah, Turki.
"Dalam sejarah Islam pun, pemimpin yang muda-muda banyak, ada Umar bin Abdul Azis itu umurnya 35 tahun waktu jadi khalifah. Jadi kalau jadi presiden atau wakil presiden bolehlah dibawa 40 tahun, tapi kalau jadi nabi harus diatas 40," tandasnya.
Baca Juga: Di Tengah Kabar Pertemuan Elite PAN, Alphard Putih Prabowo Terparkir di Rumah Dinas Zulhas
Menurut Anis Matta, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas usia capres-cawapres 40 tahun atau yang menduduki jabatan yang dipilih dari Pemilu/Pilkada pada Senin (16/10/2023), bisa saja dikaitkan dengan isu keluarga Presiden Jokowi agar putra sulungnya bisa maju sebagai cawapres.
"Keputusan MK ini memang gampang dihubungkan dengan isu keluarga, tapi kita mesti melihat hal ini, bukan hanya berlaku di 2024, tetapi juga di 2029 dan seterusnya. Kita harus memandang ini dari sisi keadilan," katanya.
Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menerbitkan surat tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres cawapres. KPU menyampaikan putusan MK itu bersifat final.
Surat tindaklanjut itu terbit 17 Oktober 2023 dan diteken oleh Ketua KPU Hasyim Asy'ari. Surat KPU itu bernomor 1145/PL.01.4-SD/05/2023. Surat ini ditujukan ke peserta pemilu 2024.
KPU dalam suratnya menyampaikan putusan MK langsung memiliki kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh
Selain itu dalam hasil putusan MK sendiri mengabulkan sebagian gugatan mahasiswa Unsa, Almas Tsaqibbirru. Dia mengajukan gugatan dengan harapan kepala daerah yang belum berusia 40 tahun bisa jadi capres/cawapres.