Suara.com - Makanan kini bukan lagi sekedar pengisi perut, tetapi telah menjadi bagian gaya hidup dan bahkan alat ekspresi pandangan hidup. Coba simak kue baru bernama ‘Genderless gingerbread figures' (atau secara harafiah bisa diartikan dengan kue jahe tanpa mengenal gender) yang baru-baru ini dipasarkan di sebuah toko kue di Melbourne, Australia.
Kue yang terbuat dari bahan organik ini diperuntukan bagi para vegan, dan setiap potongnya dihargai 2,5 dolar AS atau sekitar Rp30 ribu. Dan ada pesan politis di balik pengenalan kue ini. Semisal pesan “Jadi inilah apa yang akan dicapai dunia..." yang menyertai peluncuran kue ini. Oleh pembuatnya gingerbread ini diharapkan akan mengakhiri seksisme di industri pengolahan kue atau bakery. Bisa jadi setelah genderless akan segera menyusul muffin man.
Pembuatnya memang mampu menciptakan gimmick pasar. Walaupun sebagian kalangan menyabut sinis ke dalam dunia meriah non-diskriminatif sosok jahe ini. Beberapa orang menilai gimmick ini terlalu politis. Ada lagi yang menilai harganya terlalu mahal.
"2.50 dolar? Itu hanya tidak peka pada orang-orang yang bangkrut. Toko roti ini perlu memeriksa hak istimewanya!" komentar seorang warga.
"Roti 'ginger', Benarkah? Itu tidak peka pada orang-orang Irlandia ," lainnya menambahkan dengan mengacu pada ginger sebutan satu kelompok masyarakat di Irlandia yang memiliki rambut merah.
Namun ada juga yang menilai kue jahe genderless ini bakal menjadi biskuit paling etis sepanjang masa. Kita tunggu saja apakah kue ini akan mendunia dan bertahan lama. (news.com.au)