KAA Tumbuhkan Pariwisata Indonesia-Afrika

Ardi Mandiri Suara.Com
Rabu, 22 April 2015 | 03:53 WIB
KAA Tumbuhkan Pariwisata Indonesia-Afrika
Menteri Pariwisata, Arief Yahya. [Antara/Andika Wahyu]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peringatan ke-60 Konferensi Asia-Afrika di Jakarta dan Bandung menjadi etalase Indonesia untuk tidak hanya membahas isu-isu strategis perdamaian dunia, namun menawarkan "aroma terapi" yang mengendurkan urat tamu negara melalui potensi pariwisata.

Menjadi ujung tombak pariwisata Indonesia, Menteri Pariwisata Arief Yahya tidak mau membuang kesempatan tersebut untuk pamer potensi pariwisata ketika digelar pertemuan pejabat tingkat tinggi dan KTT KAA di Jakarta.

Tak kurang ada enam pameran yang digelar selama peringatan 60-tahun KAA. Keenam pameran tersebut adalah Exhibition of Indonesia Sout-South Cooperation, Indonesia Heritage Exhibition, Investment Opportunities Exihibition, World Culture Forom Exhibition, Archive Exhibition of Asian African Conference 1955, dan Exhibition of Finest Handcrafts and Traditional Drink from Indonesia.

"Acara ini bakal menjadi salah satu obat penurun tensi dalam rangkaian side events peringatan KAA," kata Menpar Arief Yahya ketika membuka pameran yang merupakan "side event" KAA pada Minggu (19/40.

Sektor pariwisata merupakan motor penggerak yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di seluruh dunia.

World Travel & Tourism Council (WTCC), dewan pariwisata dunia pada 2014 mencatat Industri travel dan pariwisata menyumbang 9,8 persen PDB dunia, atau sebesar 7,6 triliun dolar AS serta menjadi lapangan kerja bagi 277 juta orang, atau satu dari 11 pekerjaan di dunia.

Sementara itu, sektor pariwisata Indonesia sendiri pada 2014 hanya berkontribusi 3,78 persen terhadap PDB nasional, atau senilai 10,69 miliar dolar AS.

Namun demikian, masih ada ketimpangan distribusi jumlah pelancong yang menuju ke tanah air karena selama ini wisatawan asing di Indonesia masih didominasi oleh mereka yang datang dari negara-negara Asia Tenggara ditambah Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan.

Sedangkan, menurut Menpar, Indonesia belum menyasar wisatawan asal Afrika dalam menggairahkan pariwisata Tanah Air. Baru Mesir yang masuk radar karena termasuk ke wilayah Timur Tengah.

"Faktor kedekatan jarak, biaya perjalanan serta daya beli wisatawan membuat Indonesia masih fokus mengincar kedatangan pelancong asing dari negara-negara terdekat," kata Arief.

Padahal Indonesia dan negara-negara di kawasan Afrika mempunyai sejumlah potensi yang sama yaitu melimpahnya sumber daya alam dan budaya yang bisa dikelola untuk sektor pariwisata.

Kebangkitan Afrika Laporan Bank Dunia pada 2013 menyatakan bahwa kawasan Afrika Sub-Sahara, negara-negara yang berada di selatan Gurun Sahara, diproyeksikan menopang ekonomi benua hitam itu dengan menyerap sebanyak 6,7 juta tenaga kerja pada 2021.

Pada 2012, Afrika menarik 33,8 wisatawan dan menghasilkan devisa sebesar 36 miliar dolar AS, atau 2,8 persen dari GDP regional. Sebuah lompatan besar jika menilik kembali pada 1990, jumlah pelancong ke Afrika hanya sekitar 6,7 juta orang.

Potensi sektor pariwisata negara-negara Afrika terus berkembang di mana sebanyak 33 negara dari 48 negara di kawasan Sub-Sahara dipandang berhasil meningkatkan kapasitas industri pariwisatanya melalui dukungan politik yang kuat serta mengundang investasi untuk menopang keberlanjutan industri pariwisatanya.

"Perusahaan-perusahaan swasta Afrika gencar menarik investasi regional dan internasional dan tingkat pengembalian investasi di Afrika termasuk salah satu yang tertinggi di dunia," kata Makhtar Diop, Vice President Bank Dunia untuk Afrika, seperti dikutip di laman resmi Bank Dunia.

Rantai hotel-hotel dunia telah memasuki pasar Afrika, kepincut dengan potensi investasi yang ada dengan menyuntikkan jutaan dolar dalam proyek-proyek untuk memenuhi permintaan pasar turis internasional dan kelas menengah bangsa Afrika yang sedang tumbuh pesat.

Walaupun baru 10 persen dari 390.000 kamar hotel yang ada memenuhi standar internasional. Jumlah yang belum merata karena separuh dari angka tersebut berada di Afrika Selatan.

Bank Dunia dalam laporannya mengatakan salah satu contoh sukses negara-negara Afrika Sub-Sahara dalam melambungkan industri pariwisatanya adalah dengan menyederhanakan kebijakan di sektor pariwisata.

Negara-negar seperti Kenya, Mauritius, Cape Verde, Namibia, Rwanda, Afrika Selatan dan sebagainya telah meliberalisasi transportasi udara mereka dan melakukan diversifikasi pariwisata sembari melindungi komunitas dan lingkungan mereka, yang secara tidak langsung menciptakan iklim investasi yang positif untuk pertumbuhan pariwisata.

Jarak Afrika Sub-Sahara dengan pasar mereka menuntut adanya akses transportasi udara yang kompetitif dan mempunyai kualitas tinggi.

Walaupun menjadi tempat tinggal bagi 15 persen penduduk dunia, sangat disayangkan hanya ada sekitar empat persen bangku penerbangan dunia yang melayani penerbangan ke benua hitam tersebut.

Studi yang dilakukan Bank Dunia Regional Afrika pun menunjukkan bahwa tarif penerbangan ke Afrika Sub-Sahara masih 50 persen lebih mahal dari negara-negara tujuan lainnya.

Jarangnya dan bahkan tidak tersedianya transportasi inter-regional dan perintis menyulitkan wisatawan menuju sejumlah destinasi dan menghambat kemajuan paket-paket wisata gabungan dari sejumlah negara di kawasan tersebut.

Oleh karena itu, untuk menjaga sektor pariwisatanya tetap kompetitif, kawasan Afrika Sub-Sahara harus menjaga kualitas aset-aset pariwisatanya serta menyediakan akomodasi yang memenuhi standar bagi para wisatawan.

Selain itu, efisiensi dan keamanan transportasi udara harus ditingkatkan baik dari dan ke luar regional.

Di samping isu keamanan dan infrastruktur, masalah sosial seperti kesediaan warga setempat untuk menerima kedatangan turis asing juga menjadi perhatian utama.

Negara seperti Republik Kongo dikenal sebagai suaka bagi satwa Gorila dataran rendah selatan. Tidak sedikit wisatawan yang ingin menyaksikan langsung primata besar yang menginspirasi film King-Kong tersebut di habitat aslinya.

Namun situasi keamanan yang kurang kondusif di kawasan Afrika Tengah bisa menjadi salah satu faktor mereka untuk berpikir ulang untuk berkunjung ke negara tersebut.

"Selain sumber daya alam dan kebudayaan yang melimpah, serta kegiatan bisnisnya, hal yang paling mendasar adalah ceruk bagi sektor pariwisata untuk tumbuh. Dengan menggunakan strategi dan contoh-contoh yang dikemukakan di laporan ini, Afrika bisa mengklaim tempat yang layak di pariwisata dunia," kata Hannah Messerli, salah satu penulis laporan Bank Dunia tentang pariwisata Afrika, sekaligus spesialis senior perkembangan sektor swasta untuk Bank Dunia Regional Afrika.

Disertai dengan dengan angka kemiskinan yang menurun dari 59 persen pada 1995 ke 50 persen pada 2005, Bank Dunia menyimpulkan kawasan Afrika Sub-Sahara sedang menuju kemajuan ekonomi mengikuti jejak Tiongkok dan India.

Kawasan Afrika Sub-Sahara sendiri memiliki potensi yang cukup besar bagi Indonesia, yang telah memiliki hubungan diplomatik dengan 47 negara di kawasan tersebut.

Mulainya terbentuknya iklim demokratis yang mendorong pasar bebas dan diluncurkannya program Africa Renaissance seperti dalam NEPAD (The New Partnership for Africa's Development) yang membantu Afrika keluar dari marjinalisasi ekonomi dunia.

NEPAD adalah project yang hasil kerjasama negara-negara Uni Afrika yang bertujuan untuk memberantas kemiskinan, meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan bangsa-bangsa Afrika, dan menghentikan marjinalisasi Afrika di era globalisasi serta meningkatkan emansipasi wanita.

Dengan sumber daya alam yang melimpah, Afrika adalah masa depan.

Tantangan yang dihadapi Indonesia sendiri dalam mengembangkan pasar di kawasan Afrika antara lain masih kurangnya infrastruktur, kerawanan keamanan, masih kuatnya tarik menarik kepentingan antarsuku dan mindset pengusaha serta masyarakat Indonesia tentang negara-negara Afrika Sub-Sahara.

Oleh karena itu, momentum peringatan Konferensi Asia Afrika ini diharapkan mampu memperkuat solidaritas negara-negara di benua Asia dan Afrika dalam memerangi konflik dan kemiskinan, serta memajukan sektor pariwisata, bukan lagi penjajahan. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI