Kisah Ika Jadi Relawan Supir Ambulans untuk Covid-19

Senin, 27 April 2020 | 08:05 WIB
Kisah Ika Jadi Relawan Supir Ambulans untuk Covid-19
Kisah Ika Jadi Relawan Supir Ambulans untuk Covid-19. (Dok. Pribadi)

Menjadi perawat sekaligus supir ambulans membutuhkan kemampuan multitasking yang luar biasa. Ika mengaku, tiap kali berangkat dinas, ia harus berkonsentrasi pada dua hal.

Yang pertama adalah bagaimana keadaan pasien di belakang. Mengendarai ambulans memiliki standar prosedur tersendiri, terutama soal kecepatan, kurang lebih 40-60 km/jam.

"Jalanan Indonesia itu kan bolong-bolong, pasti pasien tidak nyaman. Kalau dalam prinsip saya, saya biasakan diri kita jika menjadi pasien, jadi kembalikan lagi ke diri kita sendiri," kata Ika.

Kemudian yang kedua adalah konsentrasi mengendalikan mobil. Sementara ia mengenakan APD lengkap yang terkadang terasa sangat panas meski sudah memasang AC dengan suhu terendah, tetap saja ia mengalami susah bernapas karena masker berlapis-lapis.

"Tapi tetap harus kita nikmatin. Biasanya bawa pasien positif covid-19, nah dari situ kita harus mengendarai kendaraan pelan, alon alon sing penting kelakon (pelan-pelan asal sampai)," sambungnya lagi.

Tak jarang pula ia terimbas macet jalanan Jakarta, meski saat ini Jakarta tengah diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Yang membuatnya sedih, terkadang ada banyak kendaraan yang tak mau minggir untuk memberinya lewat.

Satu kendala lagi yang dihadapi oleh Ika adalah kesulitan mengendalikan mobil ambulans yang berbodi besar dan tidak dilengkapi power steering.

Dalam 12 jam kerja sejak pertama kali dinas, sudah hampir lima pasien yang diantarnya. Terkadang membutuhkan waktu seharian dengan jarak yang panjang dan jauh dan melelahkan.

SOP mengatakan bahwa satu kali pasien satu kali dekontaminasi, yang berarti setelah Ika dan partnernya selesai mengantar satu pasien, baik mobil maupun yang naik ambulans harus disterilkan.

Baca Juga: Terinfeksi Virus Corona, Perawat Kentucky: Badan Sakit Seperti Patah Tulang

"Kalau dalam sehari ada dua pasien rujukan, berarti dua kali kita mandi juga, habis itu sampai rumah masih mandi lagi. Pulang-pulang sakit kepala kebanyakan keramas, hahaha.." kelakarnya.

Di dalam timnya, hanya ia satu-satunya perempuan yang bisa menyetir. Ada rasa senang dirasakan oleh Ika, karena menambah pengalaman bagaimana rasanya bekerja di pekerjaan yang umumnya banyak lelaki ini.

Tak jarang Ika mendapatkan ekspresi kaget dan perkataan aneh tentang keputusannya menjadi relawan. Hal tersebut sempat membuat Ika sedih dan minder.

"Orang kan mesti kaget, eh ternyata supirnya perempuan. 'Ih, kamu lho, perempuan. Kok mau sih nyetir ambulans' Ya ampun, kok kayak gini sih, niatku kan ingin melayani," jelas Ika.

Pandemi kelar, ingin peluk mama

Ibu bagi Ika adalah support system terbesarnya. Dukungannya sangat kuat, membuat ia semakin semangat bekerja.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI