Selain daging sapi, coto Makassar di kedai ini juga menyajikan potongan jeroan seperti hati, jantung, paru, babat, limpa dan babat.
"Jadi pengunjung memilih sendiri sesuai selera. Sesudah disiapkan semua, nanti pelanggan sendiri yang ukur, mau kecut, mau manis, itu terus dipasangkan dengan ketupat," jelasnya.
2. Konro Karebosi

Restoran satu ini didirikan di lapangan Karebosi pada 1968. Konro, kata Muhammad Dhani Omara Labarani, cucu dari pemilik Konro Karebosi, artinya tulang 'pakon roang' atau yang tidak bisa dipakai.
"Karena kakek saya melihat ada potensi untuk bisa dijual, akhirnya diolah jadi konro. Karena orang Makassar itu suka makan daging, dari sarapan daging sampai mau tidur lagi daging, jadi tak heran kalo orang Makassar suka makan konro," jelas Dhani.
Konro Karebosi sendiri hanya menjual sop konro dan konro bakar. Keduanya sama-sama disantap dengam tambahan kuah kaldu. Namun bedanya, konro bakar kuahnya disajikan secara terpisah, sementara sop konro disajikan dengan digabungkan.
Hal spesial yang ada pada menu Konro Karebosi adalah dimasak menggunakan metode slow cooker, yakni tekni memasak dengan api kecil dengan kurun waktu 4-5 jam. Setelah itu, konro baru bisa disajikan agar bumbunya lebih meresap.
"Kalau yang dibakar hampir sama, cuma perbedaannya hampir sedikit lebih lama daripada yang sop. Karena kalau konro bakar itu harus lebih empuk, yang kedua nanti dia dikeluarkan dari dandang lalu baru dipindahkan ke pembakaran, baru di-seasoning dengan bumbu kecap, lalu dieksekusi dengan bumbu kacang," jelasnya lagi.
3. Sop Saudara Andalas 65
Baca Juga: Erajaya Resmi Jalin Kerja Sama Bareng Restoran Kue Dari Korea Selatan

Sang pemilik, H. Abdullah, mengungkap jika awalnya dirinya sempat bekerja di sebuah restoran yang menjual sop pada 1957. Setelah tahu mengenai cara membuat sop, ia pun berniat untuk membuka usahanya sendiri.