Suara.com - Loji Gandrung Solo disebut-sebut bakal menjadi lokasi ngunduh mantu Kaesang Pangarep. Sementara, akad nikah dan resepsi yang kemungkinan akan digelar pada 10-11 Desember 2022 ini nantinya akan digelar di dua tempat berbeda, yakni Pendopo Ambarrukmo dan Pura Mangkunegaran.
Tak sedikit masyarakat yang penasaran dengan lokasi-lokasi tersebut, salah satunya Loji Gandrung Solo, sebuah rumah besar ikon kota Surakarta yang terkenal. Untuk mengetahui fakta menarik mengenai Loji Gandrung Solo, bangunan yang termasuk cagar budaya ini, berikut daftarnya.
1. Berusia 192 Tahun
Dilansir Indonesia.go.id, bangunan ini awalnya tempat tinggal Johannes Augustinus Dezentje, saudagar perkebunan gula dan tuan tanah ternama di Ampel, Boyolali. Ia hidup antara 1797 hingga 1839.
Tinus, begitu Dezentje akrab disapa, adalah anak dari August Jan Caspar, seorang pejabat militer Kolonial Belanda terkenal saat itu dan punya hubungan baik dengan Keraton Kasunanan Surakarta.
Tinus membangun tempat tinggal besarnya itu pada 1830 atau setelah ia menikahi salah seorang anggota keluarga Keraton Kasunanan Surakarta bernama Raden Ayu Cokrokusumo. Jadi, jika dihitung, bangunan ini memang sudah berusia 192 tahun.
2. Asal Muasal Nama Loji Gandrung
Seringnya acara pesta digelar Tinus di rumah besarnya membuat masyarakat sekitar menyebut kegiatan itu sebagai gandrungan, kata dalam Bahasa Jawa yang artinya tergila-gila atau menyukai.
Seiring berjalannya waktu, rumah Tinus itu dikenal juga sebagai Loji Gandrung. Kata loji sendiri artinya rumah besar, bagus, dan berdinding tembok dan aslinya berasal dari Bahasa Belanda, loge.
Baca Juga: Makin Bucin! Kaesang Puji Kecantikan Erina Gudono: Ayu Tenan Calon Bojoku
3. Arsitektur yang Mirip dengan Bangunan Belanda
Desain bangunan rumah Tinus meniru bangunan-bangunan megah di Belanda, punya teras memanjang dan luas ditambah ukuran daun pintu dan jendela besar-besar serta langit-langitnya sangat tinggi.
Saat itu, tempat tinggal Tinus lebih mirip sebagai benteng dibandingkan sebuah rumah lantaran dikelilingi tembok tinggi dan pos penjagaan. Untuk membedakannya, ia memperbanyak pekarangan dan taman hijau serta di teras rumah dipasangi seperangkat alat musik gamelan.
Saat ini, arsitektur Loji Gandrung Solo memiliki perpaduan budaya Eropa dan Jawa yang menghasilkan gaya Indische. Sentuhan budaya Jawa terlihat dari atap sirap kayu berbentuk segi lima dan bagian puncaknya ada menara semu berkaca patri.
4. Sejarah Bangunan
Posisi Loji Gandrung yang berada di tengah kota membuat bangunan ini menjadi favorit pada masanya. Ketika Jepang menduduki Surakarta, mereka jadikan bangunan itu markas pusat pimpinan pasukan.