Ketiga, kata gemoy ini juga membangkitkan kreativitas bertutur. Di mana sekarang banyak ucapan yang menyertai kata gemoy itu.
Kemana pun Prabowo pergi, relawan dan publik yang hadir meneriakkan kata gemoy dengan berbagai redaksi yang berbeda. Salah satu yang populer sekarang ini adalah 'apakah boleh presiden segemoy ini?'
Menurut Denny, kata gemoy menjadi branding baru yang organik dan viral.
"Jelaslah ini menguntungkan Prabowo jika ia tetap menampilkan citranya yang segemoy itu, yang rileks saja, yang humoris, yang akrab, menganggap semua kawan dan keluarga," imbuh dia.
Sejarah di Balik Prabowo Sering Tiba-Tiba Joget
Jogetan inilah yang menjadi salah satu faktor Prabowo dianggap sebagai sosok yang gemoy. Namun, ternyata tingkahnya yang suka tiba-tiba joget ternyata memiliki sejarah.
Ia mengaku perilaku itu memang sudah menjadi bawaan sejak masa kecil.
Hal ini diungkapkan Prabowo saat ditanya dalam acara Mata Najwa yang disiarkan secara daring, Minggu (20/11/2023). Prabowo mengatakan, caranya berjoget itu diketahuinya dari sang kakek yang sering mengadakan pertunjukan wayang.
"Ini buka rahasia. Ini cerita yang sebenarnya. Jadi di keluarga saya, kakek saya, pak Margono kan orang Jawa dari Banyumas. Zaman itu tidak ada hiburan kecuali wayang," ujar Prabowo.
Baca Juga: Kunjungan ke Madiun, AHY ke Prabowo: Bapak Bisa Menang Satu Putaran Asal Strateginya Pas
"Jadi tiap kali saya ke rumah eyang saya, saya disambut dengan tarian kayak begitu. Dari kecil, yang menari eyang saya, dia sambut saya selalu begitu," tambahnya.
Kebiasaan kakeknya itu, kata Prabowo, juga masih dilanjutkan oleh sang ayah, Soemitro Djojohadikoesoemo. Setiap kali ada berita menggembirakan ayahnya selalu berjoget seperti pertunjukan wayang. Hingga akhirnya, kebiasaan berjoget ala wayang itu menjadi bagian dari alam bawah sadar Prabowo. Ia pun secara tak sadar berjoget saat sedang senang.
"Itu di bawah sadar saya tiap kali gembira (berjoget). Tapi kalau gak gembira gak begitu. Jadi kalau ada berita bagus, umpamanya ujian lulus ya begitu," tuturnya.