Prabowo Subianto Ngaku Saat Muda Tak Punya Apa-apa: Padahal Ayahnya Begawan Ekonomi, Kakeknya Pendiri BNI

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Selasa, 23 Januari 2024 | 08:47 WIB
Prabowo Subianto Ngaku Saat Muda Tak Punya Apa-apa: Padahal Ayahnya Begawan Ekonomi, Kakeknya Pendiri BNI
Prabowo Sebut Ada Orang Pintar dan Kaya Tapi Kerjanya Nyolong: Banyak Omon-omon [Suara.com/Mae Harsa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Di samping kiprahnya di pemerintahan, Soemitro juga menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Namun, ia kemudian terlibat dalam pemberontakan PRRI di Sumatra pada tahun 1967, menyebabkan Soemitro tinggal di luar negeri untuk menjauhkan diri dari situasi politik yang tidak stabil.

Ketika Soeharto menjadi presiden pada 1967, Soemitro diundang kembali dan menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri dalam Kabinet Pembangunan I pada tahun 1968. Kebijakan perdagangan yang diterapkan, termasuk pengawasan ketat terhadap ekspor dan impor, menjadi sorotan.

Soemitro dikenal mendorong ekspor agar mendatangkan pemasukan untuk pemerintah. Meskipun ada kritik terhadap kebijakannya yang dianggap terlalu ambisius, Soemitro terus berperan aktif dan bahkan menjadi Menteri Riset dalam Kabinet Pembangunan II pada tahun 1973.

Setelah pensiun dari jabatan menteri, Soemitro tetap menjadi tokoh ekonomi dan kritis terhadap pemerintahan Soeharto. Kekhawatirannya terhadap kebijakan ekonomi dan kritik kerasnya selama krisis moneter menggambarkan dedikasinya terhadap perbaikan kondisi ekonomi Indonesia. Soemitro tetap menjadi figur yang berpengaruh dan berani menyuarakan pendapatnya hingga akhir hayatnya.

Ketika Soeharto menjadi presiden pada 1967, Soemitro diundang kembali dan menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri dalam Kabinet Pembangunan I pada tahun 1968. Kebijakan perdagangan yang diterapkan, termasuk pengawasan ketat terhadap ekspor dan impor, menjadi sorotan.

Soemitro dikenal mendorong ekspor agar mendatangkan pemasukan untuk pemerintah. Meskipun ada kritik terhadap kebijakannya yang dianggap terlalu ambisius, Soemitro terus berperan aktif dan bahkan menjadi Menteri Riset dalam Kabinet Pembangunan II pada tahun 1973.

Setelah pensiun dari jabatan menteri, Soemitro tetap menjadi tokoh ekonomi dan kritis terhadap pemerintahan Soeharto. Kekhawatirannya terhadap kebijakan ekonomi dan kritik kerasnya selama krisis moneter menggambarkan dedikasinya terhadap perbaikan kondisi ekonomi Indonesia. Soemitro tetap menjadi figur yang berpengaruh dan berani menyuarakan pendapatnya hingga akhir hayatnya.

Sementara itu, kakeknya, Margono Djojohadikoesoemo, yang dilahirkan pada 16 Mei 1894 di Banyumas, merupakan cucu buyut dari Raden Tumenggung Banyakwide, yang lebih dikenal dengan Panglima Banyakwide.

Panglima Banyakwide merupakan pengikut setia Pangeran Diponegoro, sementara Margono adalah anak dari asisten Wedana Banyumas. Pendidikannya dimulai di Europeesche Lagere School (ELS) Banyumas, sebuah Sekolah Dasar pada era kolonial Belanda di Banyumas, yang dijalaninya dari tahun 1900 hingga 1907. Ia juga merupakan pendiri dari Pusat Bank Indonesia, cikal bakal Bank Nasional Indonesia (BNI).
 

Baca Juga: Ria Ricis All In Prabowo-Gibran, Ustadzah Oki Dukung AMIN?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI