Detektif Jubun Beri Peringatan Bahaya Modus Penipuan Teknologi AI

Vania Rossa Suara.Com
Jum'at, 13 Desember 2024 | 14:23 WIB
Detektif Jubun Beri Peringatan Bahaya Modus Penipuan Teknologi AI
Detektif Jubun (dok. pribadi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Saat ini keamanan informasi dan identitas menjadi semakin rumit karena munculnya berbagai modus penipuan AI. Salah satu perusahaan penyelenggara sertifikasi elektronik, VIDA (PT. Indonesia Digital Identity) melaporkan penipuan berbasis AI di Indonesia terus meningkat. 

Hingga akhir tahun 2024, penipuan berbasis AI pada industri keuangan lokal mengalami kenaikan sampai 1.550%. Secara global, penyalahgunaan teknologi AI juga meningkat 700%.

Fenomena ini mau tidak mau akan menekan pihak yang berkepentingan untuk mengambil langkah proaktif. Masyarakat juga perlu mendapat edukasi dan sosialisasi terkait modus penipuan teknologi AI yang semakin canggih.

Modus Deepfake Paling Banyak Digunakan Penipu

Jubun, pria kelahiran 16 April 1978 yang berprofesi sebagai detektif swasta, memaparkan bahwa AI membawa risiko yang signifikan dalam bentuk penipuan.

“Salah satu yang populer adalah penipuan deepfake. Cakupannya cukup luas seperti foto palsu, video, hingga kloning suara,” jelasnya.

Data dari VIDA, penipuan deepfake di kawasan Asia-Pasifik mengalami peningkatan signifikan yakni sebesar 1540% dari tahun 2022 hingga 2023. Bahkan, perusahaan jasa akuntan terbesar di dunia, Deloitte, memperkirakan penipuan deepfake akan meningkat hingga puluhan miliar dolar secara global di tahun 2027. 

“Banyak artis dan tokoh publik di Indonesia yang menjadi korban deepfake. Anda pernah melihat video mantan presiden Soeharto sedang berpidato? Itu contoh deepfake,” imbuh Jubun, detektif ternama di kalangan sosialita PIK itu.

Meski beberapa video deepfake sekilas terkesan menghibur dan sepele, tetapi video palsu berpotensi menipu dan menyebarkan informasi yang salah. Menurut detektif Jubun, secara umum deepfake bisa menimbulkan ancaman terhadap keamanan digital. 

Baca Juga: Sesama Orang Tua, Detektif Jubun Angkat Bicara Soal Aksi Pengusaha Paksa Anak SMA Menggonggong

Ancaman Peretasan Data dan Pengambilalihan Akun Semakin Menghantui

Jubun juga menjelaskan bahwa rekayasa sosial atau peretasan menjadi contoh lain dari penipuan AI. Serangan phishing dengan teknologi AI ini menggunakan algoritma untuk menyusun pesan yang sangat personal dan meyakinkan.

Kemampuan untuk menganalisis kumpulan data dalam jumlah besar, membuat AI bisa menyesuaikan pesan phishing untuk individu tertentu. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemungkinan mengelabui penerima agar mengungkapkan informasi sensitif atau mengunduh malware.

“Anda mungkin pernah menerima SMS atau pesan WhatsApp dari nomor asing dan isinya adalah link? Ini contoh upaya rekayasa sosial,” ujar Jubun. 

Ketika mengklik tautan tersebut, maka besar kemungkinan ponsel atau akun milik Anda diretas. 

Tahun lalu, pengusaha aksesoris asal Lawang, kabupaten Malang menjadi korban dari peretasan ini. Kerugiannya mencapai 1,4 miliar rupiah karena klik link undangan pernikahan berformat apk.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI