Lalu, jika suami masuk Islam dan istri tidak, maka keduanya juga ditetapkan atas pernikahan sebelumnya. Terlebih jika istri adalah umat Kristiani yang menjaga kehormatan, Allah menghalalkan hubungan tersebut melalui firmannya:
اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ
Artinya: "Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu." (QS. Al-Maidah Ayat 5)
Di sisi lain, anak-anak mereka yang belum dewasa diwajibkan menjadi muslim dan yang sudah, diajak untuk mualaf. Salah satu caranya, sang buah hati diberikan keutamaan dan pengetahuan tentang agama Islam.
Selain itu, khitan sendiri termasuk sunnah fitrah yang disyari’atkan Allah kepada umat Muslim termasuk para mualaf. Hal ini bisa ditinggalkan atau tidak dilakukan apabila merasa khawatir akan terjadi sesuatu yang berbahaya.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti