Menurut perempuan yang juga peneliti di Massachusetts Institute of Technology (MIT) itu, tidak semua wilayah Jepang mengenakan biaya kepada orang tua. Beberapa prefektur ada yang menggratiskan, bergantung pada kebijakan wilayah masing-masing.
Program makan siang sekolah di Jepang berjalan sangat sistematis
Di Jepang, sejak diberlakukannya Undang-Undang Pendidikan Pangan pada tahun 2005, makan siang di sekolah bukan hanya sekadar waktu makan, tetapi juga menjadi sarana edukasi yang terstruktur.
Guru ahli gizi bekerja sama dengan para guru lain memberikan pendidikan tentang gizi, keamanan pangan, serta membangun sikap positif terhadap makanan bagi siswa dan keluarga mereka.
Selain itu, makan siang di sekolah Jepang dikelola dengan sistematis, mulai dari penelitian gizi lima tahunan hingga pengawasan kebersihan yang ketat untuk mencegah keracunan makanan.
Berbeda dengan Indonesia yang penyajian makan bergizi gratis di sekolah melibatkan kepada katering atau pihak ketiga, sekolah-sekolah di Jepang menyajikan makan sendiri. Hampir seluruh sekolah memiliki dapur yang mengolah makanan untuk program ini.
Kontribusi Yakult dalam Program MBG
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur PT Yakult Indonesia, Hiroshi Kawaguchi menjelaskan, bahwa shokuiku merupakan bahasa Jepang yang berarti pendidikan pangan yang menjadi inti dari makanan bergizi seimbang.
“Kami memahami bahwa stunting pada sebagian anak menjadi masalah serius. Penting bagi masyarakat terutama ibu hamil dan anak-anak untuk dapat edukasi mengenai makanan bergizi dan mengonsumsi makanan tersebut. Kami ingin berkontribusi pada edukasi makanan bergizi dan seimbang,” ungkapnya.
Baca Juga: Ganasnya Liga Jepang dan Pertaruhan Reputasi Pemain Indonesia dalam Diri Sandy Walsh
Dalam pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG), Yakult Indonesia sendiri ikut berkontribusi dalam membagikan produk kepada murid di sekolah dasar di daerah Jawa Barat dan membagikan edukasi mengenai makanan bergizi dan fungsi usus.