Sementara, menurut Zainal Arifin yang merupakan salah seorang pengajar di Madrasah Diniyah Salafiyah Al-Ma’arif Pondok Pesantren Syaichona Moh Cholil Demangan Barat Bangkalan, permasalahan dalam konteks penukaran uang ini terletak pada menyamakan uang kertas dengan emas dan perak atau tidak mennyamakannya sehingga itu menjadi poin ada dan tidak adanya riba di dalamnya.
Zainal Arifin kemudian menyadur beberapa pandangan ulama untuk memperkuat pandangannya yang kemudian ditulis dalam buku berjudul Pandangan Sejumlah Ulama Terkait Hukum Menukar Uang Baru, diantaranya:
1. Boleh, menurut ulama madzhab Syafii, Hanafi dan pendapat yang dalam madzhab Hanbali dengan syarat dilakukan secara kontan bukan secara utang.
2. Tidak boleh, menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Maliki dan sebagian riwayat dalam madzhab Hanbali.
Seseorang bertanya dalam sebuah forum tanya jawab perihal hukum jasa penukaran uang dalam islam. Ia bertanya, bagaimana jika menukar uang sejulah Rp1.000.000 namun yang didapatkan hanya Rp970.000?
Kemudian, jawabannya adalah menukarkan uang menjelang lebaran dengan niat bersedekah uang baru dengan nominal tertentu hukumnya boleh.
Sebab niatnya bersedekah, maka berpotensi menjadi sunah berdasar pada makna hadis “Berilah sedekah yang tebaik pada hari itu (Ied Fitri)”.
Melihat pandangan hukum Islam mengenai membeli atau tukar uang menjelang lebaran seperti penjelasan di atas, maka disarankan untuk meniatkan praktik tersebut sebagai akad ijarah, sehingga kelebihan uang yang diberikan bukan termasuk riba, melainkan sebagai bentuk upah atau jasa yang diberikan kepada pemilik jasa penukaran uang tersebut.
Kontributor : Damayanti Kahyangan
Baca Juga: 15 Kata-kata Ucapan Sungkem Lebaran Bahasa Jawa Halus ke Orang Tua, Auto Bikin Haru!