Suara.com - Serial Malaysia bertajuk Bidaah belakangan ini ramai menjadi perbincangan di media sosial. Para warganet tertarik dengan kisah yang diangkat dalam serial ini.
Bidaah mengisahkan perjuangan Baiduri (Riena Diana) menyelamatkan sang ibu, Kalsum (Fazlina Ahmad Daud) dari sekte bernama Jidah Ummah yang dipimpin Walid Muhammad (Faizal Hussein).
Baiduri diminta bergabung ke Jidah Ummah oleh ibunya. Ia secara perlahan menyadari adanya praktik-praktik mencurigakan, mulai dari pernikahan paksa hingga ritual-ritual menyimpang.
Konflik dalam serial ini memanas saat Hambali (Fattah Amin) kembali dari Yaman. Ia menyadari sekte yang dipimpin sang ayah telah menyimpang dari ajaran agama Islam.
Akhirnya Hambali yang merupakan anak Walid dan Baiduri bahu-membahu untuk menyelamatkan murid-murid lain dari tipu daya dan manipulasi Walid.
Terlepas dari keviralan serial ini di Indonesia, produser serial Bidaah sempat mendapatkan teguran dari pendakwah Malaysia, PU Syed Bakri.

Dilansir dari laman mforum ada Selasa (8/4/2025), PU Syed menegur produser serial Bidaah yang menampilkan sejumlah adegan yang dirasa terlalu ekstrem, salah satunya adegan ranjang.
"Alur cerita yang ekstrem menjadi sorotan ketika melibatkan Islam. Tampaknya ide para sutradara di Malaysia untuk menghasilkan cerita berkualitas dan sesuai syariah telah mati," kata PU Syed.
"Memang ada ajaran sesat yang memperbudak umat, tapi menurut saya tidak perlu diperlihatkan ke publik. Belum lagi adegan ranjangnya juga ditayangkan seperti video viral di media sosial," imbuhnya.
Baca Juga: Sosok Produser 'Bidaah' Erma Fatima, Pernah Jadi Saksi Sekte Sesat
Sementara itu, PU Syed juga menyarankan agar Erma Fatimah memproduksi kisah-kisah patriotik dan Islami yang dapat memberikan kebaikan dan kesadaran kepada masyarakat.
"Erma bisa mencoba membuat drama yang mengangkat tema cinta Tanah Air seperti militer, kepolisian, atau cerita Islam yang lebih realistis agar masyarakat luas tahu," ungkap PU Syed.
"Apa fungsi lembaga yang menyensor drama atau film sebelum diizinkan tayang? Kementerian terkait harus bersikap tegas dalam masalah ini," sambungnya.
Sosok Erma Fatimah

Erma Fatima memiliki nama lengkap Fatimah binti Rahmad Ali. Ia lahir 14 Maret 1968, sehingga kini usianya sudah genap 57 tahun.
Sebelum menjadi produser, Erma Fatima adalah seorang pelakon, pengarah, penerbit, dan penulis naskah wanita cukup terkemuka di Malaysia.
Erma Fatima pernah memenangi kategori Pelakon Wanita Terbaik dari film berjudul Hati Bukan Kristal (Festival Filem Malaysia ke-9) dan Femina (Festival Filem Malaysia ke-11).
Ia memulai kariernya sebagai pemain gitar ritme dan mendirikan grup pada tahun 1985 dengan Zarith (vokal), Kid (gitar utama), Zul (BES) dan Jojet (drum).
Erma Fatima kemudian menjadi aktor melalui dua film genre horor yang tayang pada tahun 1986 dan film berjudul Rozana Cinta pada tahun 1987
Belasan tahun berkiprah di dunia film, Erma Fatima kemudian merambah jadi sutradara dan produser. Film pertama yang disutradarainya adalah Jimi Asmara.
Ia juga membuat sejarah ketika dia menerima Penghargaan Sutradara Terbaik di Festival Film Seoul, Korea Selatan. Hingga saat ini, ia masih aktif dalam dunia seni peran.
Soal kehidupan pribadi, Erma Fatima pernah menikah dengan sutradara film terkenal bernama Bade HJ. Azmi pada 30 November 1991.
Beberapa tahun mengarungi biduk rumah tangga bersama dan memiliki lima anak adopsi, pada 19 Agustus 2017, Erma Fatima dan Bade HJ. Azmi secara resmi bercerai.
Terkait serial Bidaah, Erma Fatima menyebut dirinya pernah menemui langsung sekte sesat. Hal ini ia sampaikan dalam sebuah wawancara televisi.
“Kisah sesat itu benar adanya, karena beberapa tahun yang lalu saya pun berada dalam kelompok orang beriman seperti itu,” ujar Erma dikutip dari laman Majoriti.
“Dulu ketika saya duduk di jemaah itu, ajarannya benar, zikirnya juga benar, dari situlah saya belajar untuk melakukan zikir yang benar setiap hari,” imbuhnya.
Kemudian ia menemui berbagai kejanggalan dari kelompok tersebut. Erma Fatima sempat mendapatkan cerita dari jemaat perempuan yang diminta tidur dengan gurunya.
Dengan pengalamannya, Erma menjelaskan perlu dilakukan survei menyeluruh terlebih dahulu terhadap lembaga pendidikan keagamaan agar anak-anak tidak salah memilih guru.
"Itulah sebabnya orang tua tidak boleh mengambil 'jalan pintas' dan menyekolahkan anak-anaknya di sekolah berasrama. Jika ingin anak-anaknya menjadi orang baik, mereka harus belajar agama tanpa memeriksanya terlebih dahulu," katanya.