Suara.com - Kejadian kurang menyenangkan baru-baru ini dialami oleh Rachel Vennya. Selebgram ternama itu mengabarkan bahwa Bea Cukai menahan cushion mahal yang dikirim oleh merek Korea Selatan, TIRTIR. Lantas, bagaimana nasib barang ini?
Kabar tersebut disampaikan melalui media sosial pribadi Rachel Vennya. Sebenarnya pihak TIRTIR mengirimkan dua PR Package untuk Rachel Vennya, namun yang sampai hanya satu paket karena yang lain disita saat tiba di Indonesia.
"Unboxing PR Package ini dari TIRTIR. Tapi sebelum aku unboxing, aku mau story time dulu. Jadi ini bukan satu-satunya PR Package yang aku dapetin. Aku dapet juga PR Package yang gede, isinya ada 60 cushion TIRTIR, tapi ketahan di bea cukai," ujar Rachel Vennya dalam videonya, dilihat pada Rabu (23/4/2025).
"Terus dari itu aku udah sempet ngasih tahu ke Bea Cukai kalau ini tuh gift. Aku enggak bakal jualin lagi, karena aku mau bikin video, aku mau bikin konten tentang cushion TIRTIR itu. Yaudah, enggak apa-apa aku enggak ambil. PR Package-nya biar buat temen-temen aja yang di Bea Cukai," imbuhnya.
Setelah ditelusuri, harga satu cushion TIRTIR adalah sekitar Rp170 ribuan. Jadi diperkirakan total harga produk cushion yang dikirimkan pihak TIRTIR kepada Rachel Vennya bisa mencapai angka puluhan juta Rupiah.
Lantas, apabila ada barang yang ditahan Bea Cukai seperti pengalaman Rachel Vennya apa yang harus dilakukan? Dan, bagaimana nasib barang yang ditahan Bea Cukai?
Nasib Barang yang Ditahan Bea Cukai

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memang bertugas menerima dan memeriksa barang impor yang masuk ke Indonesia. Kadang ada barang yang tidak lolos pemeriksaan Bea Cukai dan terpaksa ditahan.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 178 Tahun 2019 tentang Penyelesaian Terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik Negara, ada dua alasan kenapa barang bisa ditahan Bea Cukai.
Alasan pertama adalah lantaran barang tersebut tidak sesuai dengan izin impor yang berlaku di Indonesia atau disebut sebagai barang lartas (Barang Larangan dan Pembatasan). Alasan kedua, lantaran alamat penerima yang tertera tidak sesuai. Barang seperti ini biasanya akan dikembalikan ke otoritas kepabeanan.
Baca Juga: Nama Rachel Vennya Terseret, Azizah Salsha Bakal Bikin Laporan Baru?
Ketika barang ditahan, penerima masih bisa mengambilnya lagi ke Bea Cukai. Namun apabila barang tersebut tidak diambil, maka akan dikenakan aturan berikut:
- Barang yang ditolak penerima dan tidak bisa dikirim lagi kepada pengirim akan ditetapkan sebagai Barang Tidak Dikuasai (BTD) dalam waktu 30 hari sejak dokumen diajukan. Selanjutnya, barang ditimbun di Tempat Penimbunan Pabean (TPP).
- Barang yang ditimbun di TPP dan tidak diambil atau diurus dalam waktu 60 hari, maka akan statusnya akan berubah menjadi Barang Milik Negara (BMN).
- Barang yang ditahan karena alasan wajib izin impor (lartas) dan tidak diberitahukan dengan benar akan ditetapkan menjadi Barang Dikuasai Negara (BDN). Apabila tidak ada tindak pidana atas barang tersebut, baru kemudian ditetapkan sebagai Barang Milik Negara (BMN).
Apabila barang-barang tersebut telah ditetapkan sebagai Barang Milik Negara (BMN) dan tidak diambil oleh pemiliknya, maka nasibnya akan diselesaikan dengan beberapa cara berikut ini:
- Lelang: Ini dilakukan apabila barang dinilai lebih menguntungkan negara secara ekonomis dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
- Hibah: Barang akan diserahkan untuk mendukung pelaksanaan tugas pemerintah daerah serta kegiatan sosial, budaya, agama, kemanusiaan, atau yang tidak membahayakan aspek kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan, dan moral bangsa (K3LM).
- Pemusnahan: Apabila barang milik negara tidak bisa digunakan, tidak bisa dimanfaatkan, tidak bisa dihibahkan, dan menurut aturan yang berlaku harus dimusnahkan.
- Penghapusan: Barang yang berstatus sebagai Barang Milik Negara akan dihapus jika mengalami kerusakan atau kehilangan.
- Penetapan Status Penggunaan: Langkah ini dilakukan untuk keperluan tugas dan fungsi kementerian/lembaga, atau agar barang tersebut digunakan oleh pihak lain untuk menjalankan pelayanan sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga.