Salah satu komentar menyatakan, “Masuk bursa / etalase CAWAPRES kayanya nih. Letkol Teddy, muda, berwibawa, artikulatif, dan benar-benar paham dinamika kerja pemimpin,” tulis akun @roh****.
Namun, sebagaimana lazim terjadi di ruang publik digital, komentar kritis juga turut mewarnai diskusi tersebut. Ada yang mempertanyakan latar belakang pengalaman politik sang Seskab.
Mengingat ketentuan hukum pemilu yang mensyaratkan cawapres dengan usia muda harus pernah menjabat sebagai kepala daerah untuk posisi tersebut.
“Sayangnya belum pernah menjabat sebagai kepala daerah. Gak bisa kan aturannya?” tanya akun @for_****, merujuk pada syarat administratif yang mungkin menjadi hambatan di kemudian hari.
Sementara itu, komentar lain mengaitkan potensi Letkol Teddy dengan dinamika politik di tingkat daerah. “Okelah. Tahun politik berikutnya jadi Cagub Jakarta saingan sama Dedi Mulyadi,” tulis akun @ses****.
Beberapa komentar bahkan bernuansa satire dan menunjukkan kejenuhan terhadap figur politik lama. “Dah, jadiin aja sekalian. Gibran out. Trah Mulyono habisin aja dari pemerintahan. Gantian gak sih woooo..,” ungkap akun @shi****.
Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya warganet, semakin memperhatikan gaya komunikasi dan citra pemimpin, tidak hanya dari rekam jejak atau afiliasi politiknya.
Kehadiran figur muda yang tampil lugas, percaya diri, serta mampu membangun komunikasi yang dekat dengan publik dianggap sebagai modal penting dalam peta politik masa depan.
Meski Letkol Teddy belum secara resmi mengisyaratkan ketertarikan pada kontestasi politik, atensi publik terhadapnya mencerminkan kerinduan masyarakat akan sosok pemimpin yang otentik, tidak kaku, dan memahami dinamika kerja pemerintahan dengan baik.
Baca Juga: Seskab Teddy Soal Isu Hasan Nasbi Mundur dari PCO: Ini Masih Ngantor, Baru Selesai Rapat
Dalam konteks tersebut, Letkol Teddy dinilai berhasil menunjukkan bahwa dirinya bukan hanya seorang birokrat militer, melainkan juga komunikator publik yang potensial.