Suara.com - Robert Prevost telah terpilih sebagai Paus baru dengan nama Paus Leo XIV. Pemuka agama berusia 69 tahun asal Amerika Serikat itu akan memimpin komunitas global Gereja Katolik yang jumlahnya mencapai 1,4 miliar orang.
Terpilihnya sang Paus baru ditandai dengan keluarnya asap putih dari Kapel Sistina, Vatikan. Selepas terpilih, sang Paus baru akan langsung singgah di "Room of Tears".
Lantas sebenarnya apa itu "Room of Tears" yang segera disinggahi Paus terpilih?
Room of Tears: Ruang Penuh Sejarah di Pemilihan Paus
![Paus Leo XIV [Instagram/vaticannews]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/09/72569-paus-leo-xiv-instagramvaticannews.jpg)
Menyandang nama "Room of Tears" (atau Stanza delle Lacrime dalam bahasa Italia), ruangan berukuran kecil ini merupakan antechamber di Kapel Sistina.
Antechamber sendiri merujuk pada ruang depan atau ruang tunggu yang biasanya terletak di antara pintu masuk utama dan ruangan utama. Dengan kata lain, ruangan ini merupakan ruang kecil sebelum ruangan utama yang berlokasi beberapa kaki saja dari Kapel Sistina.
Walau dikenal dengan nama Room of Tears, ruangan kecil ini ternyata dipakai untuk menyimpan pakaian Paus. Dilihat di akun X @/VaticanNews, terlihat sejumlah jubah Paus tergantung.
Lalu jika digunakan untuk berganti busana, mengapa ruangan ini disebut "Room of Tears"?
Hal ini ternyata tidak lepas dari sederet momen yang terjadi di ruangan tersebut. Paus yang baru terpilih akan berganti pakaian di sana, mengganti pakaian Kardinal-nya yang berwarna merah dengan jubah Paus yang berwarna putih.
Baca Juga: Rekam Jejak Paus Leo XIV Terhadap Isu Lingkungan: Penguasaan Atas Alam Tidak Boleh Jadi Tirani
Dalam kesempatan itulah, Paus mendapatkan waktu sendiri, yang biasanya direfleksikan dengan rasa haru dan tangis.
Seperti ketika Paus Leo XIII terpilih di usia yang ke-67 pada tahun 1878. Sang Paus sempat berpikir bahwa dirinya terlalu tua untuk mengemban jabatan tersebut, tetapi Paus Leo XIII adalah Paus tertua kedua dunia dan meninggal pada usia 93 tahun.
Lalu pada tahun 1958, ketika Paus Yohanes XXIII menatap bayangannya saat memakai jubah Paus di cermin, sang Paus sempat membercandai dirinya sendiri sembari bersiap sebelum menyapa para umatnya.
Peristiwa-peristiwa itulah yang membuat ruangan kecil tersebut juga dikenal sebagai "Crying Room". Padahal ruangan itu sebenarnya hanya dipakai untuk menyimpan jubah Paus (tersedia 3 ukuran, yakni kecil, medium, dan besar), serta beberapa kotak sepatu Paus.
Setelah berganti pakaian di ruangan tersebut, Paus yang baru terpilih akan menampakkan diri di Basilika Santo Petrus dan pertama kali menyapa publik sebagai seorang Paus.
Namun di luar perannya sebagai ruang ganti dan ruang singgah untuk Paus yang baru terpilih, ruangan ini juga menyimpan banyak memorabilia dan dokumen, begitu juga jubah para Paus dari tahun ke tahun.

Seperti diceritakan mendiang Paus Fransiskus di otobiografinya, "Hope" (2025). Sang Paus kembali menemukan cincinnya di kantung salah satu jubahnya di ruangan tersebut.
Biasanya ruangan ini dikunci, tetapi beberapa orang tercatat pernah mengunjungi dan melihat bagian dalam ruangan tersebut. Ruang "Room of Tears" bisa ditemukan di sebelah kiri Kapel Sistina saat menghadap ke altar.
Di sisi lain, keputusan para kardinal dalam konklaf resmi menunjuk Robert Prevost sebagai Paus baru dengan nama Paus Leo XIV. Prevost dilahirkan dari orang tua keturunan Spanyol dan Franco-Italia.
Terpilihnya Prevost juga menjadi sejarah baru, karena untuk pertama kalinya, seorang warga negara Amerika Serikat memegang jabatan tertinggi di Gereja Katolik.
Prevost yang dilahirkan di Chicago pada tahun 1955 ini juga merupakan figur penting di Amerika Latin karena kinerja misionarisnya di Peru selama beberapa dekade.