Suara.com - Pertanyaan, "Apakah anak yang sudah menikah wajib menafkahi orang tua?" tentu sering terbesit di pikiran. Berbakti kepada orang tua wajib dilakukan oleh seorang anak hingga akhir hayat, meskipun ia telah menikah dan membina rumah tangga bersama pasangan hidupnya.
Jasa dan peran orang tua sangat besar terhadap tumbuh kembang buah hatinya, sehingga sudah seharusnya seorang anak mengabdikan diri dan hidupnya untuk kedua orang tuanya.
Lantas ketika seorang anak telah sukses, mapan, mendapatkan pekerjaan yang baik, serta telah menikah dan membangun rumah tangga sendiri, apakah ia tetap memiliki kewajiban untuk menafkahi kedua orang tuanya yang telah lanjut usia?
Menyadur lampung.nu.or.id, Allah SWT memerintahkan agar manusia berbakti kepada kedua orang tuanya. Perintah ini bahkan langsung disebutkan Allah SWTdalam salah satu ayat Al-Qur’an, yakni Surat Luqman ayat 14 dan 15.
Dalam surat tersebut, Allah SWT memerintahkan agar manusia berbakti kepada kedua orang tua dalam segala hal. Manusia diperintahkan membantu kedua orang tua baik selagi hidup maupun ketika mereka telah wafat.
Kebaktian kepada orang tua yang dimaksud bisa dalam bentuk nafkah berupa makanan pokok adalah wajib hukumnya selagi anak tersebut mampu membantu.
“Kedua orang tua wajib dinafkahi oleh anaknya dengan syarat antara lain kelapangan rezeki anak yang bersangkutan. Batasan kelapangan rezeki adalah mereka yang memiliki kelebihan harta setelah menutupi kebutuhan pokok dirinya dan anak-istrinya sehari-semalam itu di mana kelebihan itu dapat diberikan kepada kedua orang tuanya,” (Taqiyudin Abu Bakar Al-Hushni, Kifayatul Akhyar, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2001 M/1422 H, Halaman 577).
Lalu, bagaimana jika anak tersebut tidak memiliki harta berlebih atau dengan kata lain tidak memiliki kelapangan rezeki untuk menafkahi kedua orang tuanya? Jika keadaannya demikian, maka anak tersebut tidak diberi kewajiban untuk menafkahi kedua orang tuanya.
“Jika anak itu tidak memiliki kelebihan harta, maka ia tidak berkewajiban apapun atas nafkah kedua orang tuanya lantaran kesempitan rezeki yang bersangkutan,” (Taqiyudin Abu Bakar Al-Hushni, Kifayatul Akhyar, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2001 M/1422 H, Halaman 577).
Baca Juga: Cara Menafkahi Anak Setelah Bercerai Menurut Hukum Islam
Meski demikian, tidak semua orang tua memerlukan bantuan nafkah dari anak-anaknya. Ada kriteria tertentu bagi orang tua yang berhak menerima bantuan nafkah dari anaknya, yakni mereka yang telah memenuhi dua syarat mustahik nafkah.
“(Adapun orang tua wajib dinafkahi) oleh keturunannya (dengan dua syarat) atau salah satunya, yaitu (pertama) kefakiran dan penyakit kronis) tertimpa musibah atau bencana (yang mencegahnya berusaha-pen), (kedua) kefakiran dan kegilaan karena riil hajat mereka ketika itu. Dari sini anak-keturunannya tidak wajib menafkahi orang tua yang fakir dan sehat; atau fakir dan waras meskipun mereka memiliki usaha/pekerjaan karena kemampuan berusaha/bekerja setara dengan potensi memiliki harta.
Jika mereka tidak memiliki usaha, anak-keturunan mereka wajib menafkahinya, menurut pendapat lebih zhahir di Raudhah dan tambahan di Minhaj. Anak-keturunan diperintahkan bergaul dengan orang tuanya secara baik. Bukan termasuk kategori pergaulan baik kalau anak-keturunan membiarkan orang tua yang sudah renta/kakek-neneknya berusaha/bekerja,” (Muhammad bin Ahmad As-Syarbini, Al-Iqna’ pada Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1996 M/1417 H, juz IV, halaman 439-440).
Lebih jelasnya, kedua orang tua yang berhak menerima bantuan nafkah dari anak-anaknya adalah orang tua yang tidak kaya, tidak sehat, serta tidak dalam kondisi waras.
“(Adapun orang tua wajib dinafkahi keturunannya dengan dua syarat atau salah satunya, yaitu (pertama kefakiran dan penyakit kronis) penderita penyakit kronis yang kaya atau orang fakir yang sehat-gagah tidak wajib dinafkahi, (atau kedua kefakiran dan kegilaan), orang gila yang kaya atau orang fakir yang waras tidak wajib dinafkahi,” (KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, Situbondo, Al-Maktabah Al-As‘adiyah, cetakan pertama, 2014 M/1434 H, halaman 169).
Kesimpulannya, seorang anak tetap diwajibkan untuk berbakti kepada kedua orang tuanya sesuai dengan kemampuannya sendiri, tanpa perlu memaksakan diri dan melewati batas kemampuannya.