suara hijau

Menanam Harapan di Tengah Krisis Iklim: Bagaimana Cara Libatkan Anak Muda dalam Hidup Berkelanjutan

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Sabtu, 07 Juni 2025 | 17:04 WIB
Menanam Harapan di Tengah Krisis Iklim: Bagaimana Cara Libatkan Anak Muda dalam Hidup Berkelanjutan
Pelatihan daur ulang sampah menjadi barang yang berdaya guna hingga kerajinan yang bisa dijual, seperti keranjang, tempat tisu, tas hingga pot bunga.

Suara.com - Krisis iklim sudah terjadi, dan dampaknya makin terasa. Sayangnya, generasi muda—bahkan yang belum lahir—akan jadi yang paling terkena imbasnya.

Ini memang tidak adil. Tapi daripada terus bertanya “apa yang akan terjadi?”, lebih baik kita fokus ke hal yang bisa kita lakukan sekarang: bagaimana mempersiapkan mereka? Bagaimana cara mengajak anak-anak dan remaja bicara soal lingkungan tanpa menakut-nakuti? Bagaimana membesarkan mereka agar peduli, paham, dan mau bertindak demi bumi yang lebih baik?

Jawabannya dimulai dari hal yang sederhana: percakapan.

Kolaboratif, Bukan Menggurui

Ilustrasi anak sekolah (Pexels/Roman Odintsov)
Ilustrasi anak sekolah (Pexels/Roman Odintsov)

Damon Gameau, pembuat film dokumenter 2040, menyoroti akar masalah sistem yang kita bangun hari ini gagal menghargai alam.

“Dengan sangat cepat, anak-anak tidak didorong untuk peduli. Mereka didorong untuk mencoba dan mengekstraksi dan menaklukkan dan menang dan bersaing,” katanya seperti dikutip dari The Guardians. 

Tapi ini bukan akhir cerita. Anak-anak belajar dari contoh. Kepedulian, empati, dan rasa tanggung jawab bisa ditanamkan melalui model yang konsisten, pendidikan yang terbuka, dan percakapan yang tulus.

Susy Lee, penulis Raising Kids Who Care, mengatakan bahwa langkah pertama adalah menyadari nilai apa yang ingin kita ajarkan. Bukan sekadar menyuruh hemat listrik atau buang sampah pada tempatnya, tapi menanamkan gagasan bahwa kemurahan hati dan kasih sayang adalah kunci kebahagiaan.

Kuncinya rasa ingin tahu dan sikap positif. Dengarkan lebih banyak, bicara lebih sedikit. Libatkan mereka dalam diskusi—bukan ceramah.

Baca Juga: Krisis Iklim Mencuri Masa Depan: Generasi Muda Jadi Korban Utama Bencana Alam

Tanyakan, “Menurut kamu, kita bisa bantu apa ya buat lingkungan sekitar kita?”

Ubah Kepedulian Jadi Aksi

Percakapan yang baik tak berhenti di meja makan. Ia berkembang lewat tindakan nyata.

Ajak anak-anak berdiskusi tentang pilihan-pilihan hidup: apakah kita sebaiknya beli mobil listrik? Apakah kita mau menyumbangkan uang ke komunitas lokal? Kapan terakhir kita berbicara dengan anggota parlemen tentang isu lingkungan?

Anak-anak muda sudah tahu dunia sedang tidak baik-baik saja. Survei internasional bahkan menunjukkan hampir 60% dari mereka merasa sangat khawatir tentang masa depan lingkungan. Maka, tak perlu menutupi kenyataan. Bantu mereka mengenali dan memproses rasa marah, sedih, dan takut. Validasi emosi mereka.

Tapi juga, tunjukkan bahwa selalu ada ruang untuk harapan.

Dekatkan Mereka dengan Alam

Cara terbaik untuk peduli pada sesuatu adalah mengenalnya. Habiskan waktu bersama anak-anak di luar ruangan. Amati burung. Pelajari jenis pohon. Jalan-jalan di hutan kota. Biarkan mereka mencium aroma tanah, mendengar suara air, melihat kupu-kupu dari dekat. Anak-anak (dan orang dewasa!) lebih mudah peduli pada hal yang mereka sentuh dan alami langsung.

Zena Burgess, CEO Australian Psychological Society, menekankan pentingnya membangun komunitas lewat langkah-langkah kecil yang penuh arti. Dalam situasi sesulit apa pun, tindakan bisa jadi penawar dari rasa putus asa.

Jika anakmu suka laut, ajak ia menyelam, membersihkan pantai, atau menonton dokumenter tentang kehidupan bawah air. Tanyakan padanya, "Apa yang bisa kita lakukan bersama agar laut tetap indah?"

Buat Menyenangkan

Hidup berkelanjutan bukan hanya soal pengorbanan. Ia juga bisa menyenangkan. Bermain setelah bersih-bersih. Tertawa setelah menanam pohon. Merayakan perubahan kecil.

Gameau percaya bahwa di tengah keterbatasan, manusia punya kapasitas luar biasa untuk berinovasi. “Ada sesuatu yang indah tentang jiwa manusia, khususnya saat ia terpojok dan inovasi serta kreativitas dilepaskan,” ujarnya. Dan memang, perubahan besar dimulai dari ruang kecil—dapur rumah, taman belakang, sekolah dasar di ujung jalan.

Anak-anak tidak bertanggung jawab memperbaiki dunia. Tapi mereka berhak tumbuh dalam dunia yang diperbaiki oleh orang dewasa di sekitarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI