Hamil di Luar Nikah Menurut Pandangan Hukum di Indonesia, Bagaimana Nasib dan Hak-hak Anak?

Bella Suara.Com
Rabu, 23 Juli 2025 | 16:21 WIB
Hamil di Luar Nikah Menurut Pandangan Hukum di Indonesia, Bagaimana Nasib dan Hak-hak Anak?
Ilustrasi Ibu Hamil (unsplash/camilla battani)

Suara.com - Isu kehamilan di luar nikah di Indonesia kerap menjadi perbincangan sensitif yang sarat dengan norma sosial dan agama.

Namun, di luar stigma yang melekat, negara telah menyediakan kerangka hukum yang jelas untuk mengatur status dan, yang terpenting, melindungi hak-hak anak yang dilahirkan dari hubungan tersebut.

Lalu, bagaimana sebenarnya hukum di Indonesia memandang persoalan ini?

Mengapa Susu Penting untuk Ibu Hamil. (Freepik)
Mengapa Susu Penting untuk Ibu Hamil. (Freepik)

Tidak Ada Jerat Pidana bagi Pelaku Dewasa

Pertama, perlu dipahami bahwa dari sudut pandang hukum pidana, tidak ada satu pasal pun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dapat menjerat pasangan dewasa yang hamil di luar nikah atas dasar suka sama suka.

Selama hubungan tersebut dilakukan secara sadar dan tanpa paksaan, serta tidak melibatkan unsur pidana lain seperti kekerasan atau hubungan dengan anak di bawah umur, maka tidak ada tuntutan pidana yang bisa dikenakan.

Fokus hukum lebih diarahkan pada aspek keperdataan dan perlindungan anak.

Hal ini sejalan dengan pandangan bahwa negara tidak mencampuri urusan privat warganya, namun wajib hadir untuk memberikan kepastian hukum ketika ada hak-hak pihak lain, dalam hal ini anak, yang perlu dilindungi.

Terobosan Hukum untuk Status dan Hak Anak

Perlindungan anak menjadi sentral dalam hukum Indonesia terkait kehamilan di luar nikah.

Awalnya, Undang-Undang Perkawinan hanya menyatakan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan sah hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibu.

Baca Juga: Hukum Hamil di Luar Nikah dalam Islam: Haramkah untuk Menikahinya?

Namun, sebuah perubahan fundamental terjadi setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang menjadi terobosan penting.

Putusan MK ini mengubah bunyi Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan, yang kini secara tegas menyatakan bahwa anak yang lahir di luar nikah tidak hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya, tetapi juga "dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya."

Putusan ini memberikan landasan hukum yang kokoh bagi anak untuk menuntut hak-haknya dari ayah biologis. Hak-hak tersebut meliputi:

Hak Nafkah: Ayah biologis memiliki kewajiban hukum untuk turut menanggung biaya hidup dan pemeliharaan anak hingga dewasa.

Hak Waris: Anak tersebut berhak mendapatkan bagian warisan dari ayah biologisnya. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), porsinya adalah sepertiga dari bagian yang seharusnya ia terima jika berstatus sebagai anak sah.

Hak Identitas (Akta Kelahiran): Negara menjamin setiap anak berhak atas akta kelahiran sebagai pengakuan identitas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI