Radityo pun mendorong penguatan kelembagaan UMK agar lebih siap bersaing. Koperasi produksi, kemitraan dengan swasta, hingga kolaborasi dengan akademisi dan pemerintah bisa menjadi pendorong percepatan.
Selain itu, diversifikasi produk dan pemasaran terintegrasi melalui branding yang kuat akan meningkatkan nilai jual produk lokal Sabu Raijua. Pemanfaatan teknologi digital untuk promosi juga sangat penting. Kolaborasi multi-stakeholder antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dan swasta adalah kunci menghadapi tantangan dan mengoptimalkan potensi Sabu Raijua.
Sekadar informasi, perubahan iklim menjadi fenomena getir yang dirasakan masyarakat Pulau Sabu dan Pulau Raijua–yang termasuk wilayah Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur. Meski kekayaan alamnya melimpah, krisis iklim menggentayangi kehidupan warga, seperti pola hujan tak menentu, dan kekeringan berkepanjangan.
Penegasan itu disampaikan Wakil Bupati Sabu Raijua, Thobias Uly, dalam diskusi tematik yang digagas GEF SGP Indonesia dan Yayasan Pikul dengan tema Membangun Ketahanan Iklim dan Ekonomi Lokal Pulau Sabu & Raijua melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berkelanjutan di Gedung Bupati Kabupaten Sabu Raijua, Kamis (24/7).
Thobias menyoroti kemandirian, kolaborasi, dan adaptasi sebagai pilar utama Sabu Raijua menghadapi tantangan iklim dan ekonomi. Dalam diskusi tersebut, para narasumber menawarkan solusi dan komitmen bersama.
Diskusi ini secara jelas menunjukkan komitmen kuat dari berbagai pihak untuk mewujudkan Sabu Raijua sebagai pulau yang tangguh terhadap iklim, mandiri secara ekonomi, dan lestari dalam sumber daya alamnya.