Suara.com - Isu peredaran beras oplosan di pasaran Indonesia belakangan ini kian meresahkan masyarakat. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengungkapkan bahwa praktik curang ini tidak hanya menipu dari sisi kualitas, tetapi juga kuantitas dan label.
Berdasarkan investigasi Kementan dan Satgas Pangan, ditemukan 212 merek beras yang tidak memenuhi standar mutu, 26 di antaranya diduga merupakan hasil pengoplosan dari empat perusahaan besar, termasuk Wilmar Group dan Japfa Group. Temuan ini sontak menimbulkan kekhawatiran publik, khususnya mereka yang terlanjur mengonsumsi beras tersebut.
Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Sri Raharjo, menjelaskan bahwa meskipun tidak ada istilah resmi "beras oplosan" dalam peraturan, praktik mencampur beras dengan bahan non-pangan atau kualitas rendah tetap melanggar hukum. Sri Raharjo menyoroti lemahnya pengawasan distribusi pangan yang memungkinkan praktik ini terjadi.
Berdasarkan paparan Sri Raharjo, beberapa bahan kimia yang sering ditemukan dalam beras oplosan antara lain klorin (pemutih), pewangi buatan, parafin, atau plastik. Zat-zat ini digunakan untuk menyamarkan kualitas beras yang buruk agar tampak lebih putih dan menarik. Namun, penggunaan zat-zat ini sangat berbahaya bagi kesehatan.
Menurut Sri Raharjo dan ilmuwan senior Anila Jacob dari Environmental Working Group, paparan jangka panjang terhadap bahan-bahan tersebut dapat menimbulkan berbagai risiko kesehatan yang serius.
Klorin bersifat karsinogenik yang bisa memicu kanker. Pewarna sintetis seperti Rhodamin B dapat menyebabkan sirosis hati atau gagal ginjal. Sementara itu, zat kimia seperti bisphenol A (BPA) dan phthalate yang ditemukan pada plastik dapat memicu gangguan hormon, infertilitas, obesitas, hingga cacat pada janin jika dikonsumsi oleh ibu hamil.
“Klorin misalnya, digunakan untuk menghilangkan warna kusam, tapi zat ini bersifat karsinogenik dan sangat berbahaya bila dikonsumsi dalam jangka panjang,” jelas Sri Raharjo, dalam keterangan resmi yang diterima Suara.com melalui siaran UGM yang dikutip pada Senin (28/7/2025).
Meskipun dr. Aru Ariadn, SpPD-KGEH, menjelaskan bahwa beras oplosan yang viral saat ini umumnya hanya mencampur beras premium dengan beras mutu rendah, yang tidak berbahaya secara fatal, ia tetap menekankan adanya potensi masalah. Pencampuran ini dapat menurunkan nilai gizi dan membuat nasi lebih cepat basi.
Namun, risiko fatal tetap ada jika beras oplosan dicampur dengan zat kimia berbahaya, yang mana proses mencuci dan memasak tidak efektif untuk menghilangkannya sepenuhnya. Residu klorin, plastik, atau formalin dapat tetap tertinggal dan terakumulasi dalam tubuh, memperberat kerja organ vital seperti hati dan ginjal.
Baca Juga: Indonesia Waspada Beras Oplosan! Ini yang Perlu Masyarakat Tahu
Cara Membedakan Beras Asli dan Oplosan
Sri Raharjo dan berbagai sumber lainnya memberikan beberapa tips sederhana untuk membedakan beras asli dan oplosan. Edukasi ini sangat penting agar masyarakat tidak tertipu oleh tampilan luar yang tampak premium.
- Warna Tidak Seragam: Beras oplosan sering kali memiliki butiran dengan warna yang tidak konsisten, seperti campuran butiran putih bersih dengan butiran yang kekuningan atau kusam.
- Ukuran Butiran Tidak Sama: Beras asli umumnya memiliki ukuran butiran yang seragam. Sebaliknya, beras oplosan biasanya berisi campuran butiran dengan berbagai ukuran, ada yang panjang, pendek, besar, dan kecil.
- Bau Aneh: Beras oplosan mungkin mengeluarkan bau menyengat seperti bahan kimia, karena ditambahkan zat pemutih, pengawet, atau pewangi buatan.
- Tekstur Nasi Lembek atau Cepat Basi: Nasi dari beras oplosan cenderung tidak pulen, terlalu lembek, lengket, dan mudah basi. Hal ini disebabkan percampuran jenis beras yang tidak sesuai dan kadar air yang tidak seimbang.
- Muncul Benda Asing: Saat dicuci, perhatikan jika ada serpihan plastik, serbuk putih, atau partikel asing lainnya yang mengambang. Ini bisa menjadi indikasi adanya kontaminasi atau penambahan zat berbahaya.