Delapan anak ini juga perlu menghadapi badai demi menemukan kembali sang saka merah putih dan menggunakanya di hari kemerdekaan.
Misi mereka bukan sekadar mencari bendera tesebut, tapi juga mengatasi perbedaan latar belakang, ego, dan pandangan masing-masing selama proses petualngan.
Hal ini tampaknya sesuai dengan semangat Bhineka Tunggal ika yang selalu bergaung menjelang 17 Agustus setiap tahunnya.
Film 'Merah Putih One For All' Jadi Trending Topic
Sejak munculnya poster, film "Merah Putih One For All" memang sudah banyak menuai kritik. Sebab, di tengah industri animasi lokal yang semakin tumbuh pesat, film ini justru dinilai kembali mundur ke belakang.
Tingginya standar film animasi di Indonesia tentu tidak lepas dari peran film "Jumbo" yang rilis beberapa waktu lalu.
Selain animasinya yang terlihat sangat kaku, cerita yang diangkat juga dinilai terlalu klise.
Beberapa orang bahkan menilai bahwa cuplikan animasi dari film ini memiliki kualitas layaknya game era PlayStation 2.
Fenomena ini tentu disayangkan para pegiat seni. Sebab, jika dilihat dari pertumbuhan industri animasi, Indonesia mengalami peningkatan hingga 153 persen dalam kurun waktu 2015–2019 dengan lebih dari 120 studio animasi yang tersebar di berbagai kota.
Potensi ini seharusnya bisa dimaksimalkan untuk menggarap film kemerdekaan yang digadang-gadang menghabiskan dana hingga miliaran.
Baca Juga: Habis Rp 6 Miliar? Ini 5 Blunder Fatal Film Merah Putih One For All yang Bikin Dihujat
Demikian informasi mengenai sosok dibalik Perfiki Kreasindo yang menjadi rumah produksi film "Merah Putih One For All". Jika sudah tayang di bioskop, apakah Anda tertarik untuk menonton film ini?
Kontributor : Hillary Sekar Pawestri