Aksi ini diikuti oleh peserta dari berbagai profesi, mulai ojek online, pedagang, pelajar, hingga influencer, aktivis, dan ibu rumah tangga.
Berbeda dari biasanya, demo ini tidak diorganisir oleh aliansi tertentu dan tidak menggunakan mobil komando.
Para peserta hanya menyuarakan aspirasi secara lantang mengenai ketidakpuasan terhadap DPR, terutama terkait besarnya tunjangan dan buruknya etika wakil rakyat.
Ketegangan meningkat ketika aparat menahan sebagian massa di bawah flyover Jalan Gerbang Pemuda.
Hal ini memicu kemarahan peserta demo lainnya, sehingga mereka bersatu dan semakin vokal menyampaikan protes.
Suasana demo memanas saat para pelajar mencoba menembus barikade polisi di persimpangan Kementerian Kehutanan menuju Slipi.
Aparat menembakkan water cannon dan gas air mata, namun massa tetap melakukan perlawanan.
Gagal menembus barikade, massa kemudian merangsek ke jalan tol kota dan jalur kereta di sekitar Stasiun Palmerah.
Akibatnya, jalur tol Letjend S Parman ditutup, sementara perjalanan KRL Tanah Abang-Rangkasbitung terganggu.
Baca Juga: 'Surat Cinta' Rakyat di Tembok DPR: Dari 'Who Needs Gibran' Sampai 'Gaji Naik, IQ Jongkok'
Akibat kericuhan, Stasiun Palmerah dan Tanah Abang ditutup sementara oleh KAI Commuter.
Menjelang sore, kerusuhan menyebar ke wilayah Slipi, Pejompongan, dan sekitar TVRI.
Massa melempari aparat dengan batu, kayu, dan botol, yang dibalas petugas dengan gas air mata. Titik api dari ban yang dibakar juga terlihat di beberapa lokasi.
Kericuhan mencapai puncaknya sekitar pukul 19.00 WIB ketika Pos Polisi Petamburan di bawah flyover dibakar oleh massa.
Tenda pos polisi diseret ke tengah jalan sebelum akhirnya terbakar, dan polisi kembali menembakkan gas air mata untuk menghalau massa ke arah Palmerah dan Jalan KS Tubun.
Sampai pukul 21.15 WIB, kericuhan masih berlangsung di kolong jembatan layang Pejompongan antara polisi dan massa.