Suara.com - Ibadah haji merupakan momen paling sakral dalam kehidupan seorang Muslim. Setiap tahun, jutaan umat Islam dari seluruh dunia berkumpul di Tanah Suci untuk menunaikan rukun Islam kelima.
Di balik lancarnya penyelenggaraan haji, ada peran penting para Petugas Haji yang bertugas.
Menariknya, belakangan muncul wacana bahwa tidak semua Petugas Haji wajib beragama Islam alias boleh diisi non muslim. Hal ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Untuk memahami lebih jauh, mari kita kupas dulu apa saja tugas Petugas Haji, lalu bagaimana konteks aturan baru yang sedang dibahas pemerintah dan DPR RI.
Petugas Haji adalah ujung tombak pelayanan bagi jamaah Indonesia di Tanah Suci. Tugas mereka dimulai sejak keberangkatan di embarkasi, selama proses ibadah di Mekah dan Madinah, hingga kembali lagi ke tanah air.
Mereka terbagi ke dalam beberapa tim, antara lain:
- Tim Pembimbing Ibadah Haji (TPIH) yang memberi bimbingan manasik dan memastikan jamaah memahami rukun haji.
- Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) yang menangani kebutuhan medis, baik pencegahan maupun darurat.
Tugas Petugas Haji

Melansir dari laman resmi baznas.go.id dan beragam sumber lain, Petugas Haji mengemban tanggung jawab yang besar. Berikut ulasan tentang tugas dari Petugas Haji.
Tim Pelayanan Umum berugas mengatur transportasi, akomodasi, hingga keamanan. Peran mereka tidak sebatas teknis.
Dalam ibadah haji, aspek spiritual sangat dijaga. Misalnya, TPIH kerap mengingatkan jemaah agar menjaga niat, memahami larangan ihram, serta melaksanakan amalan dengan khusyuk.
Baca Juga: Bos Maktour Diperiksa KPK! Kuota Haji Diduga Dikorupsi Lebih dari Rp 1 Triliun?
Di sisi lain, petugas kesehatan mendampingi jemaah yang rentan dehidrasi atau heatstroke akibat suhu ekstrem yang bisa mencapai 45 derajat Celsius.
Dalam situasi darurat, seperti jemaah tersesat atau kehilangan dokumen, Petugas Haji harus bertindak cepat.
Mereka berkoordinasi dengan otoritas Arab Saudi dan Kedutaan Besar Indonesia agar jamaah tetap aman.
Selain mengurus logistik, Petugas Haji juga berperan menjaga kekhusyukan ibadah. Mereka mengatur jadwal kelompok saat tawaf, sa’i, hingga melempar jumrah agar tidak terjadi penumpukan berbahaya.
Dari sisi psikologis, banyak jemaah merasa tertekan karena kelelahan, rindu keluarga, atau bingung dengan tata cara ibadah.
Di sinilah Petugas Haji hadir sebagai pendengar dan motivator. Mereka sering menenangkan jemaah dengan doa dan penguatan spiritual.
Secara administratif, Petugas Haji memastikan dokumen seperti visa, paspor, hingga laporan pelayanan tetap rapi. Transparansi ini menjadi dasar pertanggungjawaban kepada Kementerian Agama RI.
Petugas Haji juga berperan memperkuat ukhuwah Islamiyah. Jemaah dari berbagai daerah Indonesia dikumpulkan dalam satu kelompok. Dengan sikap ramah dan sabar, petugas membantu menciptakan suasana kekeluargaan.
Tak jarang mereka memimpin doa bersama, terutama saat wukuf di Arafah. Kegiatan ini mempererat solidaritas, sesuai sabda Rasulullah SAW: "Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya."
Lebih jauh, sikap sabar dan ikhlas para Petugas Haji memperlihatkan citra positif bangsa Indonesia di mata jemaah dunia. Mereka ibarat duta budaya yang menunjukkan akhlak mulia dan nilai-nilai luhur Islam.
Wacana Petugas Haji Non-Muslim

Di tengah peran besar tersebut di atas, muncul wacana menarik. Wakil Menteri Sekretaris Negara, Bambang Eko Suhariyanto, mengungkapkan bahwa pemerintah sedang merancang aturan baru.
Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Haji dan Umrah yang kini dibahas bersama DPR, tidak ada lagi kewajiban bahwa seluruh Petugas Haji harus Muslim.
Mengapa demikian? Bambang menjelaskan, kebijakan ini terutama untuk mengatasi keterbatasan sumber daya manusia di daerah minoritas Muslim, seperti Manado atau Papua.
Di wilayah tersebut, sulit mencari petugas Muslim dalam jumlah memadai, terutama untuk bidang kesehatan dan administrasi.
Namun, penting diperhatikan bahwa Petugas Haji non-Muslim hanya akan ditempatkan di wilayah embarkasi (Indonesia), bukan di Tanah Suci.
Artinya, mereka tidak akan terlibat langsung dalam pendampingan ibadah di Mekah atau Madinah. Untuk petugas di Arab Saudi, syarat beragama Islam tetap mutlak, sesuai aturan syariat.
Bambang juga menyebut, praktik seperti ini sejatinya sudah berjalan sejak lama. Misalnya, ada dokter atau tenaga teknis non-Muslim yang membantu di embarkasi, meskipun tidak diumumkan secara terbuka.
Karena itu, pemerintah ingin melegalkannya agar lebih fleksibel dan tidak perlu revisi UU berulang kali.
Dalam rapat pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Haji dan Umrah, pemerintah dan DPR RI sepakat untuk menghapus pasal yang mengharuskan Petugas Haji beragama Islam. Alasan utamanya adalah efisiensi dan fleksibilitas regulasi.
DPR bahkan telah menyetujui RUU Haji dan Umrah menjadi usul inisiatif pada rapat paripurna Kamis, 24 Juli 2025.
Targetnya, RUU ini akan disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna pada Selasa, 26 Agustus 2025.
Demikian itu tugas Petugas Haji. Mereka memainkan peran vital, baik dalam aspek teknis, spiritual, maupun sosial.
Tanpa mereka, pelaksanaan ibadah haji akan jauh lebih sulit. Wacana bahwa sebagian Petugas Haji tidak wajib beragama Islam memang mengejutkan, namun penempatannya terbatas hanya di embarkasi untuk mengisi kekosongan SDM.
Dedikasi Petugas Haji adalah wujud pengabdian besar, baik bagi jamaah maupun bangsa. Semoga regulasi baru nantinya bisa semakin memperkuat kualitas layanan haji Indonesia, tanpa mengurangi kekhusyukan ibadah yang sakral.
Kontributor : Mutaya Saroh