suara hijau

Cerita Perubahan Warga Denpasar Selatan, Saat Pemilahan Sampah Jadi Kebiasaan Baru

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Rabu, 24 September 2025 | 13:59 WIB
Cerita Perubahan Warga Denpasar Selatan, Saat Pemilahan Sampah Jadi Kebiasaan Baru
Cerita perubahan memilah sampah di Bali. (Dok. Istimewa)
Baca 10 detik
  • Sejak Januari 2025, warga mulai mengikuti pendampingan melalui Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP).
  • Dari 235 kepala keluarga, sebanyak 186 atau 79 persen telah konsisten memilah sampah langsung dari rumah hanya dalam waktu dua bulan.
  • Edukasi tatap muka, diskusi kelompok, hingga kunjungan dari rumah ke rumah membuat warga memahami mengapa memilah sampah penting.

Suara.com - Denpasar menghadapi masalah serius dalam pengelolaan sampah. Setiap hari ribuan ton sampah dihasilkan, namun sebagian besar masih bercampur antara organik dan anorganik.

Sistem pengangkutan sampah cenderung hanya mengandalkan pengumpulan tanpa pemilahan, sementara regulasi yang sudah ada belum berjalan sepenuhnya.

Tumpukan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) kian menekan daya tampung, menimbulkan polusi udara, air, dan tanah. Di sisi lain, banyak warga menganggap memilah sampah dari rumah itu merepotkan dan tidak memberi manfaat langsung.

Namun sebuah contoh berbeda muncul dari sudut sederhana di Denpasar Selatan. Banjar Kerta Petasikan, bagian dari Desa Sidakarya, yang sebelumnya jarang dikaitkan dengan isu lingkungan, kini menjadi lokasi percontohan perubahan perilaku dalam mengelola sampah.

Sejak Januari 2025, warga mulai mengikuti pendampingan melalui Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP). Dari 235 kepala keluarga, sebanyak 186 atau 79 persen telah konsisten memilah sampah langsung dari rumah hanya dalam waktu dua bulan.

Perubahan ini tidak lahir dari paksaan. Edukasi tatap muka, diskusi kelompok, hingga kunjungan dari rumah ke rumah membuat warga memahami mengapa memilah sampah penting.

Sampah organik diangkut secara terjadwal untuk dijadikan pakan ternak, sementara sampah anorganik disetor ke BUMDes atau pengepul untuk didaur ulang. Sistem sederhana ini segera terasa manfaatnya. Sampah yang dibuang ke TPA berkurang, sementara sebagian warga mendapatkan tambahan penghasilan dari hasil daur ulang.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Denpasar, Ida Bagus Putra Wirawaba, menyebut program ini membantu pemerintah daerah mengatasi persoalan sampah.

“Pada prinsipnya, kami sangat mendukung kegiatan Aksi Bersama yang dilakukan ISWMP dalam upaya mengedukasi masyarakat Kota Denpasar untuk mengelola sampah dari sumber. Upaya yang dilakukan ISWMP dan tim PPAM bersama DLHK selama ini sangat membantu kami untuk bersama mengatasi permasalahan sampah di Kota Denpasar,” katanya pada Juli 2025.

Baca Juga: Solidaritas Komunitas Kripto, Salurkan Bantuan Logistik untuk Korban Banjir di Bali

Banjar Kerta Petasikan dipilih bukan karena sudah ideal, melainkan karena siap berubah. Mayoritas warganya adalah pendatang yang justru lebih terbuka pada gagasan baru.

Dengan dukungan tokoh lokal, keberadaan TPS3R aktif, dan keterhubungan dengan Tempat Pemrosesan Sampah Terpadu, wilayah ini memiliki pondasi untuk dijadikan laboratorium hidup.

Keberhasilan ini membuktikan kunci pengelolaan sampah bukan hanya pada fasilitas, tetapi pada kesadaran masyarakat. Setelah dua bulan pendampingan, Desa Sidakarya tidak ingin berhenti di tengah jalan. Kader edukasi telah dibentuk, SOP lokal disusun, hingga insentif mulai dialokasikan agar warga terus konsisten memilah sampah.

Kisah Banjar Kerta Petasikan menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari hal kecil. Jika sebuah banjar mampu bertahan dengan kebiasaan baru ini, maka Denpasar dan kota-kota lain di Indonesia punya alasan untuk optimistis. Dari satu ember sampah yang dipilah, tumbuh keyakinan bahwa solusi untuk masalah besar bisa lahir dari rumah-rumah warga.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI