Hukum Suami Tidak Menafkahi Istri yang Penghasilannya Lebih Besar, Pria Wajib Tahu

Yasinta Rahmawati Suara.Com
Kamis, 25 September 2025 | 15:46 WIB
Hukum Suami Tidak Menafkahi Istri yang Penghasilannya Lebih Besar, Pria Wajib Tahu
Hukum Suami Tidak Menafkahi Istri yang Penghasilannya Lebih Besar (freepik)

Suara.com - Isu nafkah rumah tangga kembali mencuat. Kali ini menerpa kehidupan rumah tangga beauty influencer Tasya Farasya dengan Ahmad Assegaf. Salah satu isu yang menguatkan perceraian mereka adalah pihak suami tidak menafkahi istri yang berpenghasilan lebih besar.

Pada 12 September 2025, Tasya resmi mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya, Ahmad Assegaf, melalui sistem e-court. Kuasa hukum Tasya menjelaskan bahwa alasan utama gugatan cerai tersebut berakar pada masalah kepercayaan dalam perusahaan.

Ia menegaskan adanya dugaan penggelapan yang melibatkan Ahmad Assegaf, dan poin inilah yang menjadi titik berat dalam gugatan.

Namun, terlepas dari pokok masalah hukum yang diajukan Tasya, publik juga menyoroti pernyataannya mengenai peran suami dalam memberikan nafkah.

Hal ini memunculkan diskusi luas, apakah seorang suami masih wajib menafkahi istrinya jika penghasilan istri jauh lebih besar? Pertanyaan ini penting karena menyangkut bukan hanya aspek sosial, melainkan juga aspek hukum yang berlaku di Indonesia.

Hukum Suami Tidak Menafkahi Istri 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nafkah adalah belanja untuk hidup, uang pendapatan, atau bekal hidup sehari-hari. Dalam konteks perkawinan, nafkah dimaknai sebagai kewajiban finansial suami untuk menanggung kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya.

Ilustrasi perceraian yang diperbolehkan dalam islam (Freepik)
Ilustrasi perceraian. (Freepik)

Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 80 ayat (2) dan (4) menegaskan bahwa seorang suami wajib melindungi istrinya serta memberikan segala kebutuhan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Tanggung jawab itu mencakup:

  • Nafkah, pakaian (kiswah), dan tempat tinggal bagi istri.
  • Biaya rumah tangga, perawatan, dan pengobatan istri maupun anak.
  • Biaya pendidikan bagi anak.

Sementara itu, Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan juga menekankan hal serupa bahwa suami wajib melindungi istrinya dan memberikan keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

Dengan demikian, kewajiban memberi nafkah bukanlah pilihan, melainkan tanggung jawab hukum dan moral yang melekat pada peran suami.

Baca Juga: Sumber Penghasilan Tasya Farasya, Cuma Tuntut Nafkah Rp100 Perak dari Ahmad Assegaf

Lalu, bagaimana jika suami tidak memberikan nafkah dengan alasan istrinya berpenghasilan lebih besar? Secara hukum, hal tersebut tetap dapat dikategorikan sebagai bentuk penelantaran rumah tangga.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) mendefinisikan penelantaran rumah tangga sebagai salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT melarang setiap orang menelantarkan anggota rumah tangganya padahal ia memiliki kewajiban hukum untuk memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan.

Dengan kata lain, suami yang sengaja tidak memberi nafkah kepada istri, meskipun sang istri lebih mampu secara finansial, tetap melanggar kewajiban hukumnya. Pasal 49 huruf a UU PKDRT bahkan menegaskan bahwa pelaku penelantaran rumah tangga dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda maksimal Rp15 juta.

Mengenai besaran nafkah, baik UU Perkawinan maupun KHI tidak menentukan besaran pasti nafkah yang harus diberikan suami. Aturan hanya menyebutkan bahwa nafkah disesuaikan dengan kemampuan atau penghasilan suami.

Dengan demikian, meskipun penghasilan suami kecil, ia tetap wajib memberikan nafkah, walau jumlahnya terbatas. Kewajiban tersebut tidak otomatis gugur hanya karena istri lebih kaya atau lebih sukses dalam pekerjaan.

Dalam konteks Tasya Farasya, isu nafkah menjadi perbincangan publik karena menyentuh realitas yang dialami banyak keluarga modern.

Banyak perempuan bekerja, bahkan lebih sukses secara finansial dibanding pasangan mereka. Namun, sebagaimana ditegaskan hukum, besar kecilnya penghasilan istri tidak memengaruhi kewajiban nafkah dari suami.

Jika suami abai terhadap kewajiban ini dan menyebabkan pertengkaran atau ketidakharmonisan, kondisi tersebut dapat menjadi alasan istri menggugat cerai. Praktik ini cukup sering terjadi di pengadilan agama. Hakim biasanya menilai apakah ketidakadaan nafkah telah menimbulkan perselisihan berkepanjangan dalam rumah tangga.

Demikian itu informasi soal hukum suami tidak menafkahi istri yang penghasilannya lebih besar. Jawabannya jelas, yakni suami tetap wajib menafkahi istri, meskipun penghasilan istri lebih besar.

Hal ini diatur dalam KHI, UU Perkawinan, maupun UU PKDRT. Bila masalah tanggung jawab ini tidak terselesaikan dan menimbulkan ketidakharmonisan, istri memiliki hak hukum untuk menempuh jalur perceraian. Semoga informasi ini bermanfaat untuk Anda. 

Kontributor : Mutaya Saroh

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI