- Video tepuk sakinah viral hingga membuat banyak orang berkomentar.
- Apakah Tepuk Sakinah ini wajib dilakukan oleh setiap pasangan yang akan menikah?
- Padahal ada kewajiban lain yang tidak boleh dilewatkan oleh calon pengantin yaitu Bimbingan Perkawinan (Bimwin).
Lirik Tepuk Sakinah
Lirik Tepuk Sakinah terdiri dari frasa-frasa berikut ini, yang diulang untuk memperkuat daya ingat dan maknanya.
Berpasangan …
Berpasangan …
Berpasangan …
Janji Kokoh …
Janji Kokoh …
Janji Kokoh …
Saling Cinta, Saling Hormat, Saling Jaga, Saling Ridho, Musyawarah untuk Sakinah.
Inovasi Edukasi di Era Digital
Viralnya Tepuk Sakinah menunjukkan sebuah pergeseran menarik. Ini adalah bukti bahwa lembaga pemerintah seperti KUA mampu beradaptasi dengan zaman. Mereka berhasil menciptakan sebuah inovasi dalam penyampaian edukasi pranikah.
Di tengah gempuran informasi dan hiburan singkat di media sosial, metode konvensional seperti ceramah bisa terasa membosankan.
Tepuk Sakinah hadir sebagai angin segar. Ia mengubah proses Bimwin yang mungkin terkesan kaku menjadi lebih relevan dan menarik bagi generasi milenial dan Gen Z.
Keberhasilan Tepuk Sakinah menjadi viral bukan hanya karena keunikannya. Ini juga menunjukkan adanya kebutuhan di masyarakat akan cara-cara baru dalam belajar.
Pesan-pesan penting tentang pernikahan, ketika dikemas secara kreatif, ternyata bisa diterima dengan sangat baik.
Baca Juga: Viral! 'Tepuk Sakinah' di KUA Bikin Bimbingan Pra-Nikah Jadi Lebih Asyik
Fenomena ini menjadi studi kasus yang menarik tentang bagaimana edukasi publik dapat dilakukan secara efektif di era digital.
Makna yang Lebih Dalam
Meskipun tidak wajib, Tepuk Sakinah memberikan nilai tambah yang signifikan. Ia bukan sekadar yel-yel kosong. Setiap kata dan gerakan di dalamnya adalah pengingat akan komitmen besar yang akan dijalani seumur hidup.
Ini adalah cara untuk menanamkan pondasi yang kuat sejak awal. Bahwa pernikahan adalah tentang kerjasama, saling menghargai, dan komunikasi. Viralitasnya mungkin akan meredup, namun pesan di baliknya harus terus hidup dalam setiap rumah tangga.
Pada akhirnya, Tepuk Sakinah adalah sebuah alat. Keberhasilannya diukur bukan dari seberapa banyak yang melakukannya, tetapi dari seberapa banyak pasangan yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai di dalamnya.
Bagaimana menurut Anda? Apakah metode kreatif seperti Tepuk Sakinah ini perlu diperbanyak untuk program edukasi lainnya? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar