Suara.com - Tragedi robohnya musala di asrama putra Pondok Pesantren Al-Khoziny Buduran, Sidoarjo, pada Senin (29/9/2025), menyita perhatian publik.
Bangunan musala ambruk ketika santri sedang melaksanakan salat Asar berjemaah. Peristiwa memilukan ini membuat para santri tertimbun reruntuhan bangunan.
Hingga saat ini, tim SAR terus melakukan evakuasi untuk mencari santri yang masih berada di bawah reruntuhan.
Peristiwa yang menimpa salah satu pesantren tertua di Jawa Timur itu menyisakan duka mendalam, sekaligus membuat masyarakat ingin tahu tentang sejarah Pondok Pesantren Al-Khoziny.
Pesantren yang berlokasi di Desa Buduran, Sidoarjo, ini tidak hanya dikenal sebagai pusat pendidikan agama, tetapi juga sebagai tempat lahirnya ulama-ulama besar yang berpengaruh di Jawa Timur. Berikut ulasan lengkapnya.
Awal Berdirinya Pondok Pesantren Al-Khoziny
Pesantren Al-Khoziny didirikan oleh KH Raden Khozin Khoiruddin atau Kiai Khozin Sepuh.
Sebelum merintis pesantren di Buduran, beliau pernah menjadi pengasuh Pesantren Siwalanpanji, salah satu pesantren tertua di Jawa Timur.
Pesantren Buduran awalnya dibangun sebagai tempat tinggal untuk putranya, KH Moch Abbas, setelah pulang dari menuntut ilmu di Makkah selama sepuluh tahun.
Baca Juga: Tragedi Musala Ambruk di Sidoarjo, 38 Santri Terkubur Reruntuhan: Akankah Berhasil Diselamatkan?
Sambutan hangat dari masyarakat membuat kediaman tersebut berkembang menjadi pondok pesantren.
Meski ada catatan yang menyebut tahun berdiri sekitar 1926 atau 1927, pengasuh saat ini, KH Salam Mujib, meyakini pesantren sudah ada sejak 1915 hingga 1920, berdasarkan catatan santri pertama KH Moch Abbas dan cerita dari alumni sepuh.
Dengan demikian, Ponpes Al-Khoziny kini telah berusia lebih dari satu abad.
Tempat Menimba Ilmu Para Ulama Besar
Sejak awal berdirinya, Ponpes Al-Khoziny dikenal sebagai tempat menimba ilmu para calon ulama besar yang kemudian berperan penting dalam perkembangan Islam di Indonesia.
Beberapa di antaranya ada KH Hasyim Asy'ari (pendiri Pesantren Tebuireng, Jombang), KH Abd Wahab Hasbullah (Tambakberas, Jombang), KH Nawawi (pendiri Ma'had Arriyadl Kediri), hingga KH Usman Al Ishaqi (pendiri Pesantren Alfitrah Surabaya).
Jejak para tokoh tersebut memperkuat posisi Pesantren Buduran sebagai salah satu pusat pendidikan Islam paling berpengaruh di Jawa Timur.
Perkembangan Pendidikan di Pondok Pesantren Al-Khoziny
Lebih dari sekadar lembaga pendidikan, Ponpes Al-Khoziny adalah simbol kontinuitas tradisi Islam di Jawa Timur.
Tempat ini menjadi jembatan antara pendidikan salaf dan modern, serta tempat lahirnya ulama yang memberi warna pada Islam Nusantara.
Di bawah asuhan KH Moch Abbas, Pesantren Al-Khoziny mulai mengembangkan pendidikan formal di samping pendidikan salaf.
Lahirnya Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan Ibtidaiyah, hingga Sekolah Tinggi Diniyah yang kemudian berkembang menjadi Institut Agama Islam (IAI) Al-Khoziny.
Selain itu, KH Abdul Mujib Abbas, generasi penerus setelah KH Moch Abbas, memperkuat pembinaan spiritual santri dengan lima tradisi utama, yakni belajar dan mengajar, salat berjemaah, membaca Al-Qur’an, menjaga salat witir, dan istiqamah dalam ibadah.
Tradisi inilah yang membuat santri Al-Khoziny tidak hanya kuat dalam ilmu agama, tetapi juga kokoh dalam spiritualitas. Demikianlah ulasan lengkap terkait sejarah Pondok Pesantren Al-Khoziny.
Kontributor : Dini Sukmaningtyas