Suara.com - Citra Pondok Pesantren Lirboyo kini berada di ujung tanduk usai diliput oleh Trans 7 dalam sebuah program bertajuk "Xpose Uncensored".
Sontak, beragam tokoh alumni santri dan pemuka agama menyerukan tagar #BoikotTrans7 usai mengangkat acara yang dituding melecehkan Ponpes Lirboyo.
Para tokoh santri kecewa dengan bagaimana Trans 7 menggambarkan kehidupan pesantren, terutama di Pondok Pesantren Lirboyo digambarkan.
Adapun kekecewaan tersebut datang lantaran Trans 7 dinilai tak adil meliput bagaimana prestasi dan sejarah Lirboyo yang kaya akan kisah perjuangan para ulama mendirikan lembaga tersebut.
Liputan tersebut berawal dari menggambarkan bagaimana para santri menghormati kiai yang dinarasikan berlebihan dengan diksi seperti 'rela ngesot.' Sejumlah tokoh santri akhirnya menjelaskan bahwa sikap tersebut adalah bentuk penghormatan atau ta’dzim.
Polemik ini akhirnya berujung ke pihak Trans 7 yang minta maaf kendati kadung menjadi sasaran ajakan boikot.
“Sehubungan dengan tayangan/pemberitaan mengenai Pondok Pesantren Lirboyo yang telah ditayangkan di program "Xpose Uncensored" TRANS7, pada tanggal 13 Oktober 2025, kami telah melakukan review dan tindakan-tindakan atas keteledoran yang kurang teliti sehingga merugikan Keluarga Besar PP. Lirboyo,” bunyi permohonan maaf di akun resmi Trans 7, Selasa (14/10/2025).
Pondok Pesantren Lirboyo memang kaya akan sejarah dan telah mencetak beberapa generasi alumni yang punya rekam jejak mentereng.
Mari simak bersama sejarah Ponpes Lirboyo.
Baca Juga: Profil dan Latar Belakang KH Anwar Manshur, Pengasuh Ponpes Lirboyo yang Disinggung Trans7
Sejarah dan Jejak Pesantren Lirboyo dari K.H. Abdul Karim hingga KH. Anwar Manshur

Pesantren Lirboyo telah berdiri ratusan tahun sejak didirikan pada tahun 1910.
Sosok yang terlibat dalam pendirian salah satu pesantren terbesar di Pulau Jawa ini adalah KH Abdul Karim yang tak lain merupakan kakek dari pemimpin ponpes saat ini, KH Anwar Manshur.
KH Abdul Karim alias Mbah Manab adalah murid ulama-ulama besar seperti Syaikhona Kholil Bangkalan dan KH. M. Hasyim Asy'ari di Tebuireng. Ia dahulu juga berkesempatan mengajar Pondok Pesantren Tebuireng.
Mbah Manab akhirnya memperoleh 'panggilan' serta restu dari para guru dan istrinya untuk pindah ke Desa Lirboyo yang berada di Kediri. Ia punya misi besar untuk mendirikan pesantren di desa tersebut sekaligus memperbaiki akhlak dan moral warganya.
Pasalnya kala itu, Lirboyo dikenal sebagai daerah yang terpencil. Konon sebagian masyarakat menyebutnya wingit atau sarang bagi para perampok (bromocorah).
Justru di lokasi yang penuh tantangan, KH. Abdul Karim melihat potensi besar untuk menyebarkan syiar Islam dan mendirikan lembaga pendidikan.