Suara.com - Kasus paparan radioaktif Cesium 137 (Cs-137) di Desa Cikande, Banten akhirnya resmi naik ke status penyidikan oleh Bareskrim Polri.
Langkah ini diambil usai polisi melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi dan temuan lapangan.
Lantas, langkah apa yang selanjutnya akan diambil pihak berwajib? Sudahkah diketahui penyebab utama kasus ini? Simak informasi berikut untuk jawabannya.
Apa Penyebab Radiasi di Cikande?
![Tim Khusus Pelaksana melakukan dekontaminasi terhadap temuan yang tercemar radiasi Cesium-137 (Cs-137) di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (2/10/2025). [ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto/nym]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/10/02/59209-radiasi-cikande-cikande-daerah-terpapar-radiasi.jpg)
Sampai saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) belum mengetahui penyebab pasti radiasi Cesium-137 di Cikande.
Namun, pihak KLH telah mengerucutkan penyelidikan sumber cemaran dari limbah besi atau kebocoran pelimbangan di sekitar kawasa industri Cikande.
"Upaya penelusuran terhadap sumber Cesium-137 masih terus dilakukan dengan masif dari dua sisi,” ujar Hanif Faisol Nurofiq selaku Menteri Lingkungan Hidup ketika berkunjung ke Cikande.
"Dari sisi importasi scrap baja dan besi maupun dari kemungkinan kebocoran pelimbangan penggunaan Cesium-137 untuk kepentingan komersial dua sisi ini sedang didalami oleh Bareskrim," imbuhnya.
Kepala Bapeten, Hanif, mengungkapkan bahwa sumber pencemaran radioaktif di kawasan Cikande diduga kuat berasal dari kelalaian pihak PT Peter Metal Technology (PMT).
Ia menjelaskan, senyawa Cesium-137 yang menyebabkan paparan radiasi tersebut berasal dari scrap atau potongan logam hasil produksi perusahaan tersebut.
Baca Juga: Kasus Udang Tercemar Radioaktif, Greenpeace Soroti Kecerobohan Pemerintah Awasi Industri Logam
Menurut informasi yang diterima Satgas Penanganan Radiasi, pemilik PT PMT yang merupakan warga negara China telah meninggalkan Indonesia dan kembali ke negaranya usai perusahaan ditutup pasca-ditemukannya cemaran radioaktif.
Hanif menambahkan bahwa Bareskrim Polri kini tengah memperluas proses penyelidikan dan meminta keterangan dari sejumlah pihak terkait. Ia menyebut hasil investigasi akan segera diumumkan.
"Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kami berharap kasus radiasi Cesium-137 ini dapat segera terungkap dan diselesaikan," ujar Hanif.
Dari sisi hukum, akademisi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Daru Adianto, menjelaskan bahwa pengawasan terhadap kasus kelalaian yang menyebabkan pencemaran radiasi berada di bawah kewenangan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Sementara itu, proses penegakan hukumnya tetap menjadi ranah Bareskrim Polri.
Ia menegaskan bahwa potensi pidana atas kasus pengelolaan limbah radioaktif diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.
Berdasarkan Pasal 24 ayat (1), setiap penghasil limbah radioaktif tingkat rendah maupun sedang wajib melakukan pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, serta penyimpanan sementara sebelum diserahkan kepada badan pelaksana resmi.
"Apabila kewajiban itu tidak dipenuhi, maka sanksinya mengacu pada Pasal 44," jelas Daru.