Profil Gusti Purbaya dan Jalan Terjalnya, Putra Mahkota Keraton Solo Pasca Pakubuwono XIII Wafat

Rifan Aditya Suara.Com
Senin, 03 November 2025 | 18:36 WIB
Profil Gusti Purbaya dan Jalan Terjalnya, Putra Mahkota Keraton Solo Pasca Pakubuwono XIII Wafat
KGPAA Hamangkunegoro atau Gusti Purbaya (ig/kraton_solo)
Baca 10 detik
  • Gusti Purbaya menjadi kandidat utama penerus takhta Keraton Surakarta setelah wafatnya Pakubuwono XIII.
  • Sosoknya yang muda dibayangi kontroversi, seperti unggahan viral dan dugaan kasus tabrak lari.
  • Ia kini memikul beban untuk menyatukan keraton dan membawa tradisi menghadapi tantangan zaman modern.

Suara.com - Kabar wafatnya Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, menyisakan kekosongan mendalam.

Di tengah suasana duka, sorotan publik kini tertuju pada satu nama: Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Purbaya atau dikenal Gusti Purbaya

Sebagai Putra Mahkota yang telah ditunjuk, pundaknya kini memikul beban sejarah dan ekspektasi besar untuk masa depan salah satu kerajaan paling berpengaruh di tanah Jawa.

Namun, jalan menuju takhta bagi Gusti Purbaya tidaklah mulus. Sosoknya yang berusia 23 tahun ini dihadapkan pada warisan konflik internal keraton, kontroversi personal, dan tantangan zaman yang menuntut Keraton Surakarta untuk beradaptasi.

Ini bukan hanya tentang suksesi, tetapi tentang arah baru sebuah institusi bersejarah di era modern. Seperti apa profil Gusti Purbaya? Bagaimana rekam jejaknya? Simak penjelasan berikut.

Siapakah Gusti Purbaya?

Lahir pada tahun 2002, KGPH Purbaya adalah putra tunggal Pakubuwono XIII dari pernikahannya dengan permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakubuwono.

Nama lengkapnya adalah Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Purbaya, dan ia telah secara resmi diangkat sebagai putra mahkota dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram.

Putra mahkota Kraton Solo itu saat ini sedang berkuliah di Universitas Diponegoro Semarang. Gusti Purbaya mengambil fokus pendidikan tinggi di Fakultas Hukum.

Penunjukannya sebagai pewaris takhta dianggap sebagai langkah strategis Pakubuwono XIII untuk mengakhiri dualisme kepemimpinan yang telah lama melanda keraton.

Baca Juga: Momen Jokowi Beri Penghormatan Terakhir pada PB XIII di Keraton Solo

Dengan adanya satu penerus yang sah, diharapkan konflik internal dapat mereda dan keraton bisa kembali berjalan harmonis.

Gusti Purbaya, dengan usianya yang masih muda, dipandang sebagai harapan baru untuk membawa angin segar bagi institusi yang sarat akan tradisi ini.

Pangeran muda ini dikenal aktif di media sosial dan memiliki minat pada berbagai bidang, yang mencerminkan generasinya. Namun, statusnya sebagai calon raja membuatnya selalu berada di bawah pengawasan publik yang ketat.

Kontroversi yang Membayangi

Postingan Gusti Purbaya kritik Indonesia (X)
Postingan Gusti Purbaya kritik Indonesia (X)

Perjalanan Gusti Purbaya sebagai figur publik tidak lepas dari kontroversi. Dua insiden besar sempat mencoreng citranya dan memicu perdebatan luas di masyarakat.

Pertama adalah unggahan viral di media sosialnya yang berisi kalimat "Nyesel Gabung Republik" sekitar awal tahun 2025.

Pernyataan ini sontak memicu reaksi keras, karena dianggap sebagai sentimen anti-nasionalis dari seorang calon pemimpin keraton yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah Indonesia.

Pihak Keraton Surakarta segera memberikan klarifikasi. Mereka menyatakan bahwa unggahan tersebut merupakan refleksi sejarah mengenai kondisi keraton di masa lalu dan bukan pernyataan politik yang menentang NKRI.

Kontroversi kedua terjadi pada Agustus 2023, ketika namanya terseret dalam kasus dugaan tabrak lari di kawasan Gladak, Surakarta.

Seorang pengendara motor dilaporkan menjadi korban dalam insiden tersebut. Kasus ini menambah catatan negatif dalam profilnya dan menimbulkan pertanyaan mengenai karakter dan tanggung jawabnya sebagai seorang figur publik dan calon raja.

Kedua insiden ini menjadi bayang-bayang yang akan terus mengikutinya. Di era digital di mana rekam jejak sulit dihapus, Gusti Purbaya harus bekerja ekstra keras untuk membuktikan kepantasannya memimpin takhta.

Penerus Takhta di Era Digital

Wafatnya Pakubuwono XIII secara otomatis menempatkan Gusti Purbaya di gerbang suksesi. Kini, ia dihadapkan pada tantangan yang jauh lebih besar dari sekadar kontroversi personal. Ia harus mampu:

  • Menyatukan Keluarga Keraton: Mengakhiri faksi-faksi dan konflik internal yang telah mengakar selama bertahun-tahun.
  • Menjembatani Tradisi dan Modernitas: Menjaga kelestarian adat dan budaya keraton sambil membuatnya tetap relevan bagi generasi muda dan dunia modern.
  • Memulihkan Citra Keraton: Mengembalikan wibawa dan kehormatan Keraton Surakarta di mata publik nasional maupun internasional.
  • Membangun Hubungan Harmonis: Menjalin komunikasi yang baik dengan pemerintah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan.

Gusti Purbaya adalah representasi generasi milenial yang tumbuh di tengah kemudahan teknologi. Ini bisa menjadi kekuatan, tetapi juga kelemahan.

Kemampuannya menggunakan media sosial dapat menjadi alat yang efektif untuk berkomunikasi dan mempromosikan budaya keraton. Namun, seperti yang telah terjadi, kecerobohan di dunia maya bisa berakibat fatal bagi citranya.

Kepergian Pakubuwono XIII bukan hanya akhir dari sebuah era, tetapi juga awal dari sebuah ujian besar bagi Gusti Purbaya.

Masyarakat menanti apakah ia mampu melampaui kontroversi masa lalunya dan membuktikan diri sebagai pemimpin yang bijaksana, bertanggung jawab, dan mampu membawa Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menuju masa depan yang lebih cerah.

Takhta kini menanti, di tengah duka dan harapan besar yang digantungkan di pundaknya.

Bagaimana pendapat Anda tentang masa depan Keraton Surakarta di bawah kepemimpinan generasi muda seperti Gusti Purbaya? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar di bawah ini!

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI