- Gen Z dan Milenial berbeda gaya kerja, tetapi bisa saling melengkapi bila dikelola dengan empati.
- Generasi muda mengutamakan purpose dan fleksibilitas, sehingga perlu penyelarasan komunikasi di tempat kerja.
- Program Migunani & Co. membantu menjembatani perbedaan generasi agar kolaborasi lebih efektif.
Suara.com - Kolaborasi lintas generasi kini menjadi realitas yang tak terhindarkan di berbagai organisasi. Di ruang-ruang kerja, Baby Boomers, Gen X, Millennials, dan Gen Z hadir dengan gaya komunikasi, ritme kerja, serta nilai yang berbeda.
Jika tidak dikelola, benturan ekspektasi mudah berubah menjadi friksi. Namun, ketika diatur dengan empati dan struktur yang tepat, keberagaman ini justru menghadirkan potensi kolaborasi yang lebih kaya.
Laporan Deloitte Gen Z & Millennial Survey 2025 menunjukkan bahwa generasi muda, khususnya Gen Z dan Milenial tidak lagi hanya mengutamakan gaji, tetapi mencari purpose, kesejahteraan, dan pertumbuhan karier sebagai prioritas utama.
Sementara itu, Randstad Asia Pacific Workmonitor 2025 mencatat bahwa perbedaan ekspektasi mereka dengan generasi yang lebih senior semakin terlihat, terutama dalam gaya komunikasi, fleksibilitas kerja, dan bentuk apresiasi.
Perbedaan inilah yang sering kali muncul dalam dinamika Gen Z dan Milenial, meskipun keduanya sama-sama dikenal progresif dan adaptif. Milenial tumbuh di era transisi digital, sementara Gen Z lahir langsung ke dunia yang serba instan dan serba terkoneksi. Perbedaan konteks ini membentuk perilaku kerja yang tidak selalu seragam.
Gen Z vs Milenial: Berbeda Dalam Ritme dan Harapan
1. Cara berkomunikasi
Milenial cenderung menyukai penjelasan lengkap dan komunikasi yang terstruktur. Sementara Gen Z lebih nyaman dengan pesan singkat, cepat, dan langsung.
“Gen Z itu real-time communicator,” ungkap beberapa fasilitator Migunani & Co. Mereka menginginkan respons cepat dan interaksi yang lebih dinamis, sedangkan Milenial lebih memberi ruang untuk proses dan konteks.
Baca Juga: Gelar Konser Akbar 30 Tahun, Opick Akan Berikan Sajian Spesial buat Gen Z
2. Tujuan vs Proses
Milenial terbiasa bekerja dengan sistem dan metodologi tertentu. mereka menghargai proses. Gen Z lebih menekankan efisiensi dan hasil. Bagi mereka, cara tidak sepenting tujuan, asalkan target tercapai.
3. Batasan Kerja dan Kesejahteraan
Keduanya sama-sama peduli dengan work-life balance. Namun Milenial sering melihat keseimbangan sebagai pola jangka panjang, sedangkan Gen Z melihatnya sebagai kebutuhan harian yang nyata.
Perlu Jembatan, Bukan Pembeda
Melihat dinamika tersebut, Migunani & Co. merancang program Bridging Generations at Work, yang mengajarkan lima langkah praktis untuk menyatukan ritme lintas generasi, mendengarkan sebelum merespons, menyamakan bahasa komunikasi, fokus pada tujuan bersama, merayakan kekuatan perbedaan, dan menciptakan ruang percakapan yang aman.
CEO Migunani & Co., Ninien Irnawati, menekankan bahwa masalah kolaborasi bukan hanya soal gaya komunikasi, tetapi soal empati.
“Tempat kerja saat ini adalah perpaduan nilai dan perspektif yang kaya. Ketika dikelola dengan empati, keberagaman usia dapat memperkuat budaya dan performa organisasi,” ujarnya.
Sementara itu, Sheilla Quinita, CCO Migunani & Co., menambahkan bahwa pendekatan mereka tidak bertujuan mengunggulkan satu generasi di atas lainnya.
“Kami tidak ingin menonjolkan satu generasi di atas yang lain. Tujuan kami adalah membangun konektivitas manusia,” tuturnya.
Berikut 5 cara praktis untuk membangun kolaborasi yang lebih hangat dan efektif antar generasi:
1. Dengarkan Sebelum Merespons
Setiap generasi membawa konteks pengalaman yang berbeda. Praktik active listening membantu mengurangi asumsi dan membuka ruang dialog yang lebih sehat.
2. Samakan Bahasa Komunikasi
Gen Z mungkin nyaman dengan pesan singkat, sementara generasi sebelumnya terbiasa dengan email formal. Kesepakatan mengenai cara dan gaya komunikasi membantu menyelaraskan ritme kerja.
3. Fokus pada Tujuan, Bukan Gaya Kerja
Alih-alih memperdebatkan metode, perkuat kesepahaman pada tujuan bersama. Fleksibilitas dapat mengurangi konflik dan meningkatkan hasil.
4. Rayakan Perbedaan Sebagai Kekuatan
Generasi lebih senior menyumbang pengalaman dan stabilitas; generasi lebih muda membawa perspektif segar dan kecepatan eksekusi. Keduanya saling melengkapi.
5. Bangun Ruang Percakapan yang Aman
Budaya berbagi pengalaman jauh lebih efektif dibandingkan sekadar sosialisasi kebijakan atau pelatihan satu arah.
Membangun Budaya Kerja Baru yang Lebih Adaptif
Perbedaan antara Gen Z dan Milenial tidak seharusnya dilihat sebagai jurang, tetapi sebagai ruang kolaborasi yang saling melengkapi.
Milenial membawa kedalaman pengalaman dan kemampuan memetakan konteks; Gen Z membawa kecepatan eksekusi dan intuisi teknologi yang kuat. Ketika dua perspektif ini bertemu, organisasi bisa bergerak lebih cepat tanpa kehilangan arah.
Melalui rangkaian diskusi berkelanjutan di Jakarta, program Bridging Generations at Work juga menghadirkan kesempatan bagi peserta untuk memahami lebih dalam cara kerja lintas generasi, sekaligus mengenalkan layanan utama Migunani & Co., mulai dari recruitment services hingga corporate training dan executive coaching—yang berakar pada filosofi people-first dan impact-driven.
Pada akhirnya, kolaborasi antar generasi bukan soal siapa yang lebih benar atau lebih relevan, melainkan bagaimana setiap orang memahami ritme masing-masing dan bergerak menuju tujuan yang sama.