suara hijau

Solusi Beras Berkelanjutan dari Panggung ISRF 2025: Inovasi, Investasi hingga Insentif

Selasa, 18 November 2025 | 10:30 WIB
Solusi Beras Berkelanjutan dari Panggung ISRF 2025: Inovasi, Investasi hingga Insentif
Masa depan beras berkelanjutan menjadi salah satu pembahasan dalam International Sustainable Rice Forum (ISRF) 2025 di Discovery Ancol, Jakarta Utara, Senin (17/11/2025).(Pexels/Sergei A)
Baca 10 detik
  • International Sustainable Rice Forum (ISRF) 2025 di Jakarta Utara membahas mobilisasi pasar dan pembiayaan untuk mempercepat keberlanjutan beras global.
  • Alan Johnson (IFC) menyoroti adopsi praktik berkelanjutan sangat rendah, hanya 5-6% beras dunia yang dikategorikan berkelanjutan saat ini.
  • Para panelis sepakat bahwa insentif berkelanjutan harus berupa pengurangan biaya dan jaminan pasar, bukan hanya mengandalkan premi harga bagi petani.

Kemudian, Senthilkumar Kalimuthu dari Africa Rice, lembaga penelitian di 28 negara Afrika, memaparkan signifikansi beras di benua tersebut. Sekitar 40 persen dari 48 juta ton beras yang dikonsumsi masih diimpor. Kondisi ini menelan biaya sekitar USD 8,2 miliar per tahun atau setara dengan Rp 137 triliun.

Kalimuthu menegaskan beras berkelanjutan adalah prioritas besar. Pasalnya, Afrika dapat melewatkan langkah-langkah yang kurang efisien yang dilalui Asia. Mereka langsung mengadopsi teknologi berkelanjutan. Nah, tantangan utama di Afrika adalah rantai nilai yang terputus, infrastruktur terbatas, dan kurangnya investasi.

Nizami dari Helvetas menyampaikan pandangan soal premi harga. Dalam jangka pendek, premi harga memang mendorong motivasi dan keuntungan segera bagi petani. Tapi, imbuh dia, kondisi ini bisa menimbulkan masalah keberlanjutan dan kepercayaan jika premi tersebut dihapus atau berfluktuasi.

Dia berargumen insentif yang lebih berkelanjutan adalah pengurangan biaya produksi (melalui praktik seperti Alternative Wetting and Drying/AWD), peningkatan layanan ekstensi pertanian, dan jaminan pasar. Intinya adalah membangun kasus bisnis untuk keberlanjutan.

Transisi keberlanjutan beras memerlukan kemitraan multi-pemangku kepentingan yang bekerja secara koheren untuk mengatasi risiko, memperkuat sistem standar, dan paling penting, menjadikan pertanian berkelanjutan sebagai keputusan bisnis yang menguntungkan bagi petani.

Kemitraan publik-swasta dan pendekatan holistik adalah kunci untuk membawa beras berkelanjutan dari ceruk pasar menjadi "normal baru" dalam produksi beras global.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI