Riset di Indonesia Tak Terserap Industri, Ini Sebab Utamanya Menurut Prof. Amin Soebandrio

Minggu, 07 Desember 2025 | 13:21 WIB
Riset di Indonesia Tak Terserap Industri, Ini Sebab Utamanya Menurut Prof. Amin Soebandrio
Ilustrasi penelitian. (Pexels/Pixabay)
Baca 10 detik
  • Riset Indonesia kurang dirasakan dampaknya karena peneliti dan industri belum menemukan titik temu dalam pengembangan produk.
  • Peneliti didorong untuk melibatkan industri sejak awal pengembangan produk agar produk riset diminati dan dapat dihilirisasi.
  • RKSA 2025 mewadahi diskusi industri dan peneliti, memberikan dana riset untuk tiga proposal terbaik yang siap dikomersialisasikan.

Suara.com - Riset dan penelitian Indonesia dianggap jalan di tempat alias manfaatnya tidak banyak dirasakan masyarakat. Ternyata kondisi ini bisa disebabkan belum adanya titik temu antara peneliti dan industri.

Peneliti Senior Prof. Dr. Amin Soebandrio, Ph.D, Sp.MK bercerita banyak peneliti yang punya banyak pengalaman membuat produk dari riset, namun saat proses perizinan tidak bisa dilanjutkan.

"Tidak bisa dilanjutkan, karena proses penelitian tidak memenuhi persyaratan. Jadi kami mendorong para peneliti untuk bisa hasilkan satu produk yang dibutuhkan masyarakat, sesuai dengan minat industri," ujar Prof. Amin yang juga Ketua Dewan Juri Ristek Kalbe Science Awards (RKSA) 2025 di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Jakarta, Rabu (3/12/2025).

Prof. Amin mengumpamakan di saat peneliti sudah berhasil membuat durian atau lemper, sayangnya produk itu tidak membuat industri tertarik untuk melakukan hilirisasi alias enggan mengolahnya dari bahan mentah menjadi produk yang bernilai tinggi.

"Untuk bisa mengatasi permasalahan, kita dorong peneliti ketika akan kembangkan satu produk harus libatkan industri," sambung Prof. Amin.

Peneliti Senior, Prof. Dr. Amin Soebandrio, Ph.D, Sp.MK di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Jakarta, Rabu (3/12/2025). (Suara.com/Dini Afrianti)
Peneliti Senior, Prof. Dr. Amin Soebandrio, Ph.D, Sp.MK di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Jakarta, Rabu (3/12/2025). (Suara.com/Dini Afrianti)

Masukan serupa juga diutarakan Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk, Irawati Setiady yang mengatakan dalam pembuatan produk kesehatan, pihaknya tidak hanya mengandalkan tim RnD internal perusahaan, tapi terkadang mencari riset yang sudah dilakukan universitas.

Menurut Irawati, apabila nanti hasil risetnya berguna untuk masyarakat dalam skala besar, maka industri dengan sendirinya memperluas hasil riset dalam bentuk produk diperluas skalanya jadi lebih besar alias scale up.

"Badan riset di universitas itu banyak sekali riset yang sudah dilakukan. Agar hasilnya lebih bermakna untuk peneliti, hasil risetnya bisa dilihat di pasar dan agar berguna bagi masyarakat," jelas Irawati.

Inilah RKSA 2025 tahun ini bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) agar industri dan peneliti memiliki wadah khusus untuk berdiskusi dan bertemu untuk membuat produk yang berdampak untuk masyarakat.

Baca Juga: Riset: Promosi Paling Ampuh Tingkatkan Penjualan UMKM di E-Commerce

Prof. Amin menambahkan bidang yang tengah dibutuhkan masyarakat untuk dikembangkan penelitiannya meliputi pharma & biopharma, allogeneic cell therapy, e-Health, medical devices, diagnostics, health, food & beverages, dan natural products.

Bahkan akan lebih baik jika peneliti di berbagai bidang tersebut memanfaatkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) agar riset bisa sesuai tren dan perkembangan zaman seperti saat ini.

Perlu diketahui RKSA adalah ajang apresiasi berupa pemberian dana penelitian, agar hasil riset bisa dikembangkan dan diperluas sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat.

"Tahun ini kita teliti 400 lebih proposal, ada seleksi awal administratif. Dari 400 itu kita seleksi menjadi 30 dulu, yang terbaik dari 400 itu. Kemudian 30 itu siapkan proposal lengkap seleksi lagi 9 proposal yang sangat berpotensi untuk hilirisasi siap komersialisasi," papar Prof. Amin.

Hasilnya dari 9 proposal itu, dipastikan 3 proposal memperoleh dana penelitian dengan topik penelitian. Penelitian pertama yaitu AI untuk Diagnosis Dermatitis Atopik oleh Peneliti Achmad Himawan dari Universitas Hasanuddin.

Penelitian kedua yakni Perangkat Cerdas Portabel AI untuk Skrining Kardiovaskular secara Real-time oleh Aulia Arif Iskandar dari Swiss German University. Terakhir yakni Minuman Fungsional Antidiabetik dengan Integrasi Kalibrasi AI-NIR oleh Widiastuti Setyaningsih dari Universitas Gadjah Mada.

"Demi memastikan seluruh aspek dipertimbangkan secara matang, hasil penelitian siap dihilirisasi hingga dipasarkan, proses penjurian dirancang secara holistik dengan melibatkan akademisi, pemerintah, dan industri," pungkas Prof. Amin.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI