Suara.com - Bakal calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) menyindir sistem koalisi yang dibangun menggunakan model bagi-bagi kekuasaan. Jokowi menyindir dengan sebutan "di sana" dan "di sini", tanpa secara jelas menyebut siapa yang disindir.
"Kita kerja sama ini tanpa syarat. Ini yang bedakan yang di sini dan di sana. Ini memberikan pembelajaran politik yang baik," kata Jokowi dalam acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Partai Nasional Demokrat (Nasdem), yang digelar untuk persiapan pemenangan Pilpres 2014, di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Selasa (26/5/2014).
Dikatakan Jokowi lagi, sistem bagi-bagi kursi menteri itu merupakan tradisi politik lama. Itulah yang menurutnya harus diubah dengan gaya koalisi gotong-royong yang dibangun Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.
"Kita ketemu bukan urusan menterinya berapa, kursinya berapa. Itu tradisi lama, pola lama. Kita harus berani bangun tradisi baru. Kalau ndak, ya akan terus kaya gini. Menterinya berapa? Kalau menterinya kurang, tambah menteri utama," kata Jokowi pula.
"Datang minta 5 kursi, datang (lagi) minta 7 kursi, datang minta 8 kursi, total-total ada 64 kursi. Padahal UU hanya 35 kursi. Kita tak bicara itu. Ini nilai baru yang akan jadi tradisi kekuatan baru politik Indonesia," tambah Gubernur DKI Jakarta ini.
Seperti diketahui, Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK), bakal bertarung dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang. Pasangan ini diusung oleh PDIP, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Pasangan ini nantinya akan berhadapan dengan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta) yang diusung oleh Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Golkar.