Suara.com - Pembahasan tentang rencana mengubah mekanisme pilkada dari langsung oleh rakyat menjadi diwakilkan ke DPRD terus dilakukan Komisi II DPR RI untuk mendapatkan titik temu. Bilamana rapat panitia kerja atau pleno tidak mencapai kata sepakat, akan dilakukan voting di rapat paripurna pada 25 September 2014.
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Achmad Mubarok mengungkapkan tidak tertutup kemungkinan nanti Fraksi Partai Demokrat berubah sikap dengan tetap mendukung pilkada langsung.
"Demokrat masih antara dua itu, mungkin nanti diujung (rapat paripurna). Demokrat masih fifty-fifty," kata Mubarok kepada suara.com, Rabu (10/9/2014)
Mubarok mengatakan sikap Fraksi Partai Demokrat sekarang ini, masih sama dengan mayoritas anggota Koalisi Merah Putih yaitu ingin kepala daerah dipilih oleh DPRD.
"Iya memang dua sistem itu punya kelebihan dan kelemahan. Pilkada langsung cocok untuk bangsa yang tingkat pendidikan masyarakatnya bagus. Untuk Indonesia, belumlah. Justru kalau itu tetap dilaksanakan, akan banyak mudharat-nya, banyak merusaknya, karena money politic berjalan masif," kata Mubarok.
Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang rata-rata masih awam dengan politik, kata Mubarok, membuat mereka belum bisa melihat mana pemimpin yang ideal dan tidak ideal.
"Jadi, saya kira ide UUD 45 tentang demokrasi perwakilan masih relevan," kata Mubarok.
Menurut Mubarok untuk kondisi sekarang, pilkada langsung hanya cocok untuk dilaksanakan di perkotaan, dimana masyarakatnya sudah berpendidikan yang baik.
"Mereka bisa paham betul siapa yang dipilih," kata Mubarok.
Ditanya sampai kapan menunggu masyarakat Indonesia siap untuk mengikuti pilkada langsung seperti argumentasi Demokrat? Mubarok hanya menjelaskan bahwa pilkada langsung baru dilaksanakan dua periode atau sepuluh tahun terakhir dan hasilnya, menurut dia, sudah merusak masyarakat.
"Baru sepuluh tahun pilkada seperti ini. Rusaknya sudah luar biasa. Money politic-nya banyak. Banyak masyarakat kecil yang sudah bilang, yang penting dapat berapa (uang)," kata Mubarok. "Ini merusak karakter masyarakat."
Ia mengakui pilkada diwakilkan ke DPRD tidak menjamin money politics lenyap. Tapi, kata Mubarok, setidaknya praktiknya terbatas di tingkat DPRD saja.
"Praktiknya terbatas dan cara mengawasinya menjadi lebih mudah," kata Mubarok.
Dalam rapat panitia kerja di DPR, Selasa (9/9/2014), enam fraksi tetap ngotot agar pemilihan gubernur dan bupati/wali kota dilakukan oleh DPRD. Keenam fraksi tersebut, masing-masing Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan. Keinginan mereka bertolak belakang dengan keinginan mayoritas masyarakat yang menginginkan pilkada langsung.