suara hijau

Siapa Bakar 474 Hektare Lahan di Sulawesi Selatan ?

Muhammad Yunus Suara.Com
Minggu, 13 Juli 2025 | 15:59 WIB
Siapa Bakar 474 Hektare Lahan di Sulawesi Selatan ?
Ilustrasi kebakaran hutan dan lahan: Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali menjadi ancaman serius di Sulawesi Selatan

Suara.com - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali menjadi ancaman serius di Sulawesi Selatan (Sulsel).

Kementerian Kehutanan mencatat total luas lahan yang terbakar sejak Januari hingga awal Juli 2025 mencapai 474,91 hektare.

Luas ini sama dengan sekitar 664 lapangan sepak bola ukuran standar.

Wilayah terparah berada di luar kawasan hutan, khususnya Areal Penggunaan Lain (APL).

Hal tersebut diungkapkan Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Hubungan Antar Lembaga, Fahrizal saat berkunjung ke Kantor Gubernur Sulsel, Jumat, 11 Juli 2025.

Kata Fahrizal, sebagian besar titik panas atau hotspot teridentifikasi berada di wilayah pertanian dan perkebunan milik warga.

"Untuk hotspot cukup banyak. Setelah diidentifikasi sebagian itu adalah pada kawasan pertanian dan perkebunan. Di luar kawasan hutan, dia berada di kawasan APL (Areal Penggunaan Lain) dan luasannya kurang lebih 400 hektare dari Januari sampai Juli awal," ujar Fahrizal.

Dari data yang dihimpun, Kabupaten Pinrang menjadi daerah dengan tingkat kebakaran tertinggi dengan 311,01 hektare.

Disusul oleh sejumlah daerah lain seperti Sidrap 85,09 hektare, Wajo 68,71 hektare, Enrekang 6,94 hektare, Luwu Timur 2,12 hektate, dan Luwu 1,04 hektare.

Baca Juga: Indonesia Dukung Mekanisme Pendanaan Baru untuk Hutan Tropis: Apa Itu TFFF dan Mengapa Penting?

"Yang terbesar untuk luasan itu terjadi di Pinrang. Ada 300 hektare lebih," katanya.

Fahrizal menjelaskan, mayoritas kebakaran dipicu oleh kebiasaan lama petani yang membakar jerami sisa panen sebagai bagian dari proses pembersihan lahan.

Praktik ini meski dinilai cepat dan efisien oleh pelaku, justru memicu potensi kebakaran yang tak terkendali.

"Berdasarkan identifikasi di lapangan itu, seperti yang disampaikan oleh Kepala KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), itu terjadi karena lahan pertanian di saat mereka membersihkan setelah panen, itu dibakar," ucapnya.

Ia menyebut perlu adanya edukasi kepada masyarakat agar beralih ke metode yang lebih ramah lingkungan. Salah satunya, dengan memanfaatkan jerami menjadi pakan ternak dalam bentuk silase.

"Ini yang mungkin yang disampaikan oleh Pak Gubernur bahwa perlu edukasi kepada masyarakat jerami-jerami itu tidak perlu dibakar. Bisa dimanfaatkan menjadi pakan ternak. Diubah menjadi silase nantinya. Jadi, di saat kita paceklik untuk pakan ternak itu bisa digunakan untuk pakan ternak," sebutnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI