FPI Ingin Buka Cabang di Tulungagung, Bupati Menolak

Doddy Rosadi Suara.Com
Sabtu, 18 Oktober 2014 | 18:49 WIB
FPI Ingin Buka Cabang di Tulungagung, Bupati Menolak
Ilustrasi: Kelompok FPI. (dok: Koalisi Pemantau Peradilan Kebebasan Beragama Berkeyakinan)

Suara.com - Di tengah wacana pembubaran Front Pembela Islam (FPI) di seluruh Indonesia, organisasi berhaluan kanan ini justru berencana mendeklarasikan pendirian anak cabang di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Pro dan kontra pun kini mengemuka mengiringi wacana Bupati Syahri Mulya yang menghendaki deklarasi di wilayahnya itu dibatalkan.

Pernyataan, atau lebih tepatnya imbauan, yang kemudian memicu kontroversi di masyarakat itu dilontarkan Bupati Syahri Mulyo usai Sarasehan Kamtibmas yang digelar jajaran Kepolisian Resor Tulungagung di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso, akhir pekan pertama Oktober 2014.

Ia menyadari tidak memiliki kewenangan langsung untuk melarang pembentukan maupun pendirian satu organisasi tertentu karena hal itu telah diatur dalam Undang-undang.

Namun, dalam kapasitasnya sebagai kepala daerah, Syahri tegas mengisyaratkan penolakannya terhadap rencana deklarasi pembentukan cabang FPI di wilayahnya.

Bukan tanpa alasan Bupati Syahri Mulyo menyampaikan pendapat seputar wacana deklarasi FPI tersebut. Menurut dia, kultur masyarakat Tulungagung telah terbentuk sedemikian rupa, sehingga tercipta suasana guyub, rukun. Satu kata bertingkat yang berasal dari falsafah Jawa kuno tersebut memiliki arti suasana interaksi kemasyarakatan yang damai dan saling toleransi.

Ibarat air, karakter sosial masyarakat di daerah cenderung tenang di tengah pesatnya kemajuan industri perdagangan dan budaya setempat. Kondisi inilah yang dikhawatirkan berubah menjadi "air beriak" tatkala muncul gerakan ekstrem dari luar yang dianggap mengusik ketenangan lingkungan mereka.

Sifat resisten biasanya spontan muncul demi menjaga suasana ayem-tentrem tersebut dari pihak-pihak yang dianggap berpotensi megacaukannya. Pandangan inilah yang kurang-lebih melatarbelakangi pemikiran sang bupati untuk menyampaikan pendapatnya sebagai pribadi maupun kepala daerah.

Tanpa bermaksud menganalogikan FPI sebagai pengacau, namun pola gerakan organisasi yang dipimpin Habib Rizieq ini terlanjur dikenal ultra kanan. Demi dan atas nama jihad serta amar makruf nahi munkar yang mereka yakini, FPI tak segan menggunakan kekerasan fisik dalam menjalankan aksinya.

"Suasana yang sudah tenang, Tulungagung yang guyub-rukun, 'ayem tentrem lan mulyo tinoto' (aman, damai, saling toleransi dan sejahtera) ini sebaiknya dijaga. Jangan dirusak," kata Bupati tanpa menyebut spesifik pihak yang dianggap berpotensi merusak suasana dimaksud.

Namun, dia kemudian menyinggung rekam jejak FPI di sejumlah daerah, khususnya Ibu Kota DKI Jakarta, yang gerakannya kerap menggunakan pendekatan intimidasi, kekerasan, serta teror.

Menurut dia, keberadaan organisasi pergerakan semacam FPI yang cenderung melampaui batas kewenangan yang diizinkan, justru hanya akan membuat suasana Tulungagung yang guyub-rukun jadi amburadul. "Karena itulah, saya mengimbau, seyogyanya 'mbok ya' jangan ada deklarasi FPI di sini," cetusnya.

Ia memang tidak serta-merta menyatakan penolakan atas pendirian FPI di daerahnya. Namun, secara persuasif Syahri memberi masukan pihak-pihak di Tulungagung yang berkepentingan ataupun terlibat dalam rencana deklarasi FPI mengurungkan niat.

Kebiasaan FPI di berbagai daerah yang acapkali mengedepankan gerakan anarkistis dan melampaui batas kewenangan kepolisian maupun aparat keamanan lainnya, dinilai bisa merusak karakter sosial masyarakat Tulungagung yang antikekerasan. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?