Konflik Yaman, Pakistan Pilih Netral

Angelina Donna Suara.Com
Minggu, 12 April 2015 | 11:17 WIB
Konflik Yaman, Pakistan Pilih Netral
Massa Aliansi Anti Perang (A2P) berunjuk rasa di depan Kedubes Arab Saudi, Kuningan, Jakarta (8/4). Mereka menuntut Arab Saudi dan sekutunya menghentikan serangan terhadap Yaman. [Suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Parlemen Pakistan, dengan suara bulat, menyarankan Pemerintah Perdana Menteri Nawaz Sharif agar menjauh dari perang di Yaman, Jumat (10/4/2015)

Satu resolusi yang disahkan dengan suara bulat pada Jumat kini mengakhiri kekhawatiran para pemimpin oposisi yang khawatir bahwa negara Asia Selatan itu menceburkan diri ke dalam satu konflik di negara Arab.

Resolusi 12-pasal tersebut, yang secara bersama dirancang oleh oposisi dan komisi keuangan, menyatakan parlemen "ingin Pakistan mempertahankan sikap netral dalam konflik di Yaman agar bisa memainkan peran diplomatik proaktif guna mengakhiri krisis tersebut".

Resolusi tersebut disahkan dengan dihadiri Perdana Menteri Nawaz Sharif, Jumat, pada akhir debat lima-hari.

Arab Saudi secara resmi telah meminta Pakistan menyediakan jet tempur, kapal perang dan prajurit darat, kata Menteri Pertahanan Pakistan Khwaja Asif, dalam sidang parlemen yang diadakan khusus untuk membahas krisis di Yaman. Para pejabat Arab Saudi telah menyampaikan permintaan tersebut kepada delegasi pejabat senior pertahanan Pakistan pada awal April.

Pemerintah Pakistan mulanya telah siap menanggapi permintaan Arab Saudi itu mengingat hubungan kuatnya dengan Riyadh dan persekutuannya dalam konflik tersebut dan juga mengenai cara menangani keprihatinan di negeri itu.

Mayoritas anggota Parlemen menentang keikutsertaan Pakistan dalam konflik di Timur Tengah dengan alasan negara Asia Selatan tersebut masih menderita akibat perannya dalam koalisi pimpinan AS, yang telah menggulingkan rejim Taliban di negara tetangganya, Afghanistan, pada penghujung 2001.

Presiden Pakistan saat itu Pervez Musharraf, dari militer, telah menawarkan beberapa pangkalan udara buat militer Amerika untuk mengebom posisi Taliban dalam serangan udara di Afghanistan, yang pemerintahnya (1996-2001) telah diakui oleh Pakistan.

Para pemimpin senior politik menyatakan Pakistan telah kehilangan hampir 50.000 orang dan menderita 100 miliar dolar AS karena bergabung dalam perang Afghanistan, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad pagi. Oleh karena itu, kata mereka, Pakistan tak sanggup ikut dalam perang lain.

Pasukan militer Pakistan telah membersihkan sebagian besar wilayah suku dari anggota Taliban dan kelompok garis keras lain, tapi masih memerangi kelompok bersenjata di Wilayah Suku Khyber dan Waziristan Utara. Pada Sabtu, seorang prajurit Pakistan tewas oleh serangan anggota Taliban di Waziristan Utara.

Walaupun banyak orang di Pakistan sepakat untuk mempertahankan Arab Saudi jika keutuhan wilayahnya terancam mengingat adanya Tempat Suci umat Muslim di kerajaan itu, nyaris tak ada dukungan untuk mengirim tentara atau pesawat tempur ke Arab Saudi untuk ikut dalam perang saat ini.

Resolusi Parlemen tersebut, yang menyerukan peran netral, penting buat Pakistan sebab itu sejalan dengan pendapat kebanyakan warga di negeri itu. Banyak orang di Pakistan percaya perang di Yaman adalah konflik sektarian dan perang "perwalian" antara Iran dan Arab Saudi, dan anasir tertentu bisa memanfaatkan keterlibatan Pakistan untuk menambah rumit masalah tersebut.

Perdana Menteri Nawaz Sharif juga membuat keputusan untuk pergi ke Turki pada April ini untuk berkonsultasi mengenai krisis Yaman. Kedua negara penting di Dunia Muslim itu menyerukan penyelesaian damai bagi konflik di Yaman.

Kunjungan ke Islamabad oleh Menteri Luar Negeri Javad Zarif juga dilakukan tepat pada waktunya, saat Teheran memiliki keprihatinan mengenai laporan media Arab bahwa Pakistan mendukung Arab Saudi dan sekutunya dalam perang di Yaman. Zarif, yang bertemu dengan Perdana Menteri Nawaz Sharif dan pemimpin militer Jenderal Raheel Sharif, tampak puas dengan posisi Pakistan ketika ia berbicara dengan wartawan setelah pembicaraan. (Xinhua/Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI