Tiga Bahasa Ibu di Papua Punah Tiap Tahun

Minggu, 21 Februari 2016 | 18:48 WIB
Tiga Bahasa Ibu di Papua Punah Tiap Tahun
Sosok perempuan Papua [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Harian Komisi Nasional untuk Badan Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Dunia (UNESCO) Profesor Arief Rachman mengatakan dua sampai tiga bahasa ibu di Papua punah setiap tahun.

"Setiap tahun, kami kehilangan dua-tiga bahasa di Papua karena tidak digunakan," ujar Arief Rachman dalam peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional di Kedutaan Besar Bangladesh di Jakarta, Minggu (21/2/2016).

Indonesia memiliki sedikitnya 783 bahasa ibu yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Hampir empat ratusan di antaranya berada di Papua.

Sayangnya, keanekaragaman bahasa ibu di Papua semakin menyusut karena tidak digunakan.

"Dengan jumlah bahasa ibu yang sebanyak itu, kami membutuhkan satu bahasa nasional, Bahasa Indonesia, namun bukan berarti bahasa ibu tidak lagi digunakan," kata dia.

Menurut Arief, bahasa adalah alat yang paling kuat untuk menjaga dan mengembangkan kekayaan budaya benda maupun tak benda suatu bangsa.

"Kalau suatu bahasa hilang, hilang pula suatu tradisi atau budaya," kata dia.

Oleh karena itu, Arief mengimbau para orang tua untuk membiasakan anak-anak mereka berbicara dalam bahasa ibu mereka. Meskipun demikian, dirinya tak menyangkal bahwa desakan secara sosial untuk bicara dalam bahasa nasional maupun asing sangat tinggi saat ini.

"Tetapi paling tidak, dalam lingkup keluarga, bahasa ibu sebisa mungkin harus tetap digunakan," ujar dia.

Arief mengatakan UNESCO mendukung semua upaya untuk mempromosikan penyebaran bahasa ibu yang hasilnya tidak hanya akan memperkuat keanekaragaman linguistik dan pendidikan multilingual, tetapi juga tradisi dan budaya di seluruh dunia.

Hari Bahasa Ibu Internasional diperingati setiap 21 Februari setelah di adopsi oleh UNESCO pada November 1999, berdasarkan peristiwa unjuk rasa besar-besaran oleh pelajar Bangladesh pada 1952 yang menuntut agar Bangla menjadi bahasa nasional kedua setelah Pakistan (saat itu Bangladesh masih menjadi bagian dari Pakistan). (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI