Usep berharap masyarakat Indonesia yang plural tetap berpikiran rasional dalam menentukan sikap politik.
"Dari data kita, banyak yang memilih karena latar belakang agama dan suku yang sama. Ada juga yang tidak memilih karena orang itu (calon) itu agamanya apa dan sukunya apa. Tapi sebenarnya, rumusan seperti itu, orang memilih karena kesamaan suku dan agama adalah hal yang biasa. Kalau melarang untuk memilih karena agama dan suku yang berbeda, itu yang tidak boleh karena itu tidak demokratis," kata dia.
Pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Suyatno, menambahkan isu agama dan etnis bisa menjadi kontra produktif.
"Kalau masyarakatnya cerdas, isu SARA itu menjadi kontra produktif," kata Suyatno kepada Suara.com.
Namun, jika masyarakat di daerah tersebut tingkat pengetahuannya masih rendah, isu SARA bisa menjadi efektif untuk menjatuhkan lawan politik. Pasalnya, masyarakat yang tingkat pengetahuannya rendah sangat mudah dipengaruhi.
"Tergantung persepsi masyarakatnya, kalau masyarakatnya awam tentu bisa efektif isu tersebut. Sebab mereka rata-rata menelan bulat-bulat isu yang berkembang," ujar dia.
Bendahara Umum PP Muhammadiyah menambahkan, khusus untuk Jakarta, isu SARA tak akan efektif. Pasalnya masyarakat umumnya tingkat pengetahuannya cukup tinggi, mereka masyarakat yang rasional.
"Kalau Jakarta masyarakatnya sudah sangat cerdas, isu SARA itu bisa saja jadi kontraproduktif," tutur dia.
Menurut Suyatno khusus untuk sentimen agama, terkadang pandangan rasional bisa diabaikan oleh masyarakat. Sebab bagi masyarakat, terutama muslim, bicara agama adalah suatu hal yang sangat mendasar.
"Tapi kalau soal agama ya aqidah, kontraproduktif bisa diabaikan oleh masyarakat. Masyarakat berpandangan aqidah adalah hal yang paling mendasar,” kata dia.
Rektor Universitas Buya Hamka menjelaskan pemakaian isu SARA sudah terjadi sejak lama. Isu ini sering menjadi alat komunikasi yang dimanfaatkan kelompok tertentu.
"Dalam pilkada isu SARA ini sering digunakan. Hal itu sudah muncul dalam politik modern, itu bagian dari strategi masing-masing pihak," ujar Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta DKI Jakarta.
Berpolitiklah yang Sehat, Tinggalkan Isu SARA
Keprihatinan atas munculnya isu SARA di tengah persiapan pilkada Jakarta juga datang dari DPR.
Ketua Komisi VIII DPR yang membidangi agama Ali Taher Parasong mengajak siapapun jangan mengobarkan isu SARA ke dalam politik praktis. Ali mengatakan berpolitik harus dilakukan secara sehat dengan tetap menjunjung nilai-nilai kemajemukan.
"Memang bahwa berpolitik haruslah yang sehat dengan menjunjung tinggi nilai majemuk, dan keluar dari isu-isu yang berkaitan dengan SARA," kata politikus PAN
Ali mengatakan semua agama di memiliki ajaran yang luhur. Itu sebabnya, kata dia, jangan demi kepentingan sesaat, simbol keagamaan disalahgunakan.
"Karenanya, hindarilah penilaian agama lain," kata dia.