Suara.com - Presiden AS Donald Trump pada Jumat (20/6/2025) ragu untuk ikut campur tangan dalam menghentikan serangan Israel terhadap Iran, di tengah meningkatnya konflik antara kedua negara. Trump memperingatkan bahwa Teheran memiliki "waktu maksimum" dua minggu untuk menyelesaikan negosiasi, sebelum ia mempertimbangkan tindakan lebih lanjut dari pihak AS.
Pernyataan Trump ini muncul setelah Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, mengindikasikan bahwa negaranya "siap untuk mempertimbangkan diplomasi sekali lagi setelah agresi berhenti dan agresor diminta pertanggungjawaban." Araqchi merujuk pada Israel, yang melancarkan serangannya pada 13 Juni, memicu pembalasan dari Iran berupa ratusan serangan pesawat tak berawak dan rudal.
Dikutip via Anadolu Agency, Trump mengecilkan kemungkinan Washington meminta Israel untuk menghentikan serangannya. Ia berargumen bahwa Israel saat ini sedang "memenangkan" konflik yang sedang berlangsung.
"Saya pikir sangat sulit untuk mengajukan permintaan itu sekarang," kata Trump kepada wartawan saat turun dari Air Force One di New Jersey.
"Jika seseorang menang, itu sedikit lebih sulit dilakukan daripada jika seseorang kalah, tetapi kami siap, bersedia dan mampu, dan kami telah berbicara dengan Iran, dan kita akan lihat apa yang terjadi," tambahnya.
Ketika ditanya mengenai batas waktu dua minggu yang ia tetapkan pada Kamis (19/6) untuk membuat keputusan tentang pelaksanaan serangan AS terhadap Iran, Trump menjelaskan bahwa itu adalah jumlah waktu "maksimum" yang akan ia berikan sebelum mengambil tindakan.
"Ini hanya waktu untuk melihat apakah orang-orang sadar atas tindakannya atau tidak," ujar Trump.
Ia juga meremehkan pembicaraan yang berlangsung pada Jumat (20/6) antara Araqchi dan menteri luar negeri dari tiga negara Eropa. Menurut Trump, "Eropa tidak akan dapat membantu dalam hal ini." Ia menambahkan, "Mereka tidak membantu, tidak. Iran tidak ingin berbicara dengan Eropa. Mereka ingin berbicara dengan kami."
Lebih lanjut, Trump menyatakan keyakinannya bahwa Iran akan mampu memperoleh senjata nuklir "dalam hitungan minggu, atau setidaknya dalam hitungan bulan." Ia mempertahankan pendiriannya dengan mengatakan, "Kita tidak dapat membiarkan itu terjadi." Namun, perlu dicatat bahwa Iran telah berulang kali membantah adanya niat untuk memperoleh senjata nuklir, dan menyatakan bahwa program nuklirnya semata-mata diarahkan untuk tujuan sipil.
Baca Juga: Perang Iran-Israel Bikin Emas Jadi Primadona? Ini Kata Ahli dan Pilihan Investasi Lainnya
Permusuhan antara Iran dan Israel meletus pada 13 Juni. Penyebabnya adalah Israel yang melancarkan serangkaian serangan ke sejumlah lokasi di Iran, termasuk fasilitas militer dan nuklir. Tindakan ini mendorong Teheran untuk melancarkan serangan balasan. Pihak berwenang Israel melaporkan bahwa sedikitnya 25 orang tewas dan ratusan lainnya cedera sejak saat itu akibat serangan rudal Iran. Sementara itu, di Iran, media lokal melaporkan bahwa 639 orang tewas dan lebih dari 1.300 orang cedera akibat serangan Israel.
Perang antara Iran dan Israel kali ini dimulai oleh Israel sendiri. Konflik yang terus memanas ini menunjukkan ketidakpastian situasi di Timur Tengah, dengan Amerika Serikat yang memantau ketat perkembangan dan memberikan tekanan kepada Iran untuk bernegosiasi.