Suara.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati menganggap laporan Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur ke jurnalis yang juga aktivis kemanusiaan Dandhy Dwi Laksono salah satu upaya untuk mencederai demokrasi. Organisasi sayap PDI Perjuangan itu melaporkan Dandhy ke Kepolisian Daerah Jawa Timur, karena status yang dia unggah dalam laman pribadi Facebook-nya.
"Ini bukan hanya tindakan ketakutan, ini sebuah tindakan yang mencederai demokrasi," ujar Asfinawati di Gedung LBH Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/9/2017).
Pendiri sekaligus Direktur Watchdog tersebut dianggap menghina Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam tulisan berjudul 'Suu Kyi dan Megawati', yang diunggahnya ke akun Facebook pribadi, Minggu (3/9/2017). Tulisan itu juga dimuat dalam laman berita daring AcehKita.
Dalam tulisan tersebut, Dandhy mengkritiksituasi politik internasional dan nasional melalui studi komparatif mengenai krisiskemanusiaan Rohingya di Myanmar dengan penegakan HAM di Indonesia, termasuk di Papua. Asfinawati memyayangkan pihak yang melaporkan Dandhy adalah sayap dari partai yang memakai nama 'demokrasi'.
"Sangat ironis karena kepanjanganya adalah partai demokrasi sedangkan tindakannya mencedari demokrasi," kata Asfinawati.
Asfinawati berharap mantan Presiden kelima RI itu mau angkat bicara ke publik soal laporan Repdem.
"Kami semula mengundang Ibu Megawati, orang yang terangkut di dalam persoalan ini, atau diatasnamakan oleh Repdem untuk berusara mengatakan beliau nggak setuju laporan ini. Karena nggak sesuai dengan spirit partainya," kata dia.
Ia berharap polisi tidak menindaklanjuti laporan tersebut. Namun jika kasus terus berlanjut, ia memastikan banyak pihak yang siap menjadi kuasa hukum untuk Dandhy.
"Seharusnya polisi nggak menindaklanjuti laporan dengan dasar seperti ini. Harus ada sikap dari Megawati soal laporan Repdem Jawa Timur ini bukan suara partai," katanya.
Baca Juga: YLBHI: Tulisan Dandhy Dwi Laksono Kritik, Bukan Penghinaan
Terkait kasus Dandhy, organisasi dan lembaga bantuan hukum mendeklarasikan perlawanan terhadap upaya kriminalisasi itu. Perlawanan bertajuk #KamiBersamaDandhy.
Adapun organisasi didalam adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Imparsial, Kontras, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Muhammadiyah, SAFEnet, Walhi, LBH Pers, KJR, Amnesty Internasional, Panguyuban Korban UU ITE, Indonesia speleologrcal Society, dan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK).
Adapun sikap dan tuntutan mereka sebagai berikut:
Pertama, menyerukan dan menyatakan dukungan kepada seluruh warga negara khususnya kepada Dandhy Laksono untuk tidak ragu terus merawat demokrasi dengan tetap bersuara kritis, menggunakan hak konstitusional warga negara untuk berekspresi dan menyampaikan pendapat.
Kedua, mendesak Presiden Jokowi dan DPR RI untuk segera mencabut pasal-pasal karet UU ITE dan Undang-undang Hukum Pidana yang digunakan membungkam demokrasi dan kebebasan berpendapat. Pasal-pasal yang dimaksud adalah Pasal 27 ayat 3, pasal 28 ayat 2 dan pasal 29 UU ITE, maupun Pasal 310 dan Pasal 311.
Ketiga, mendesak Kepolisian dan Kejaksaan Republik Indonesia untuk menghentikan kasus terkait aktivis-aktivis yang dijerat dengan pasal-pasal karet UU ITE dan mendorong penyelesaian melalui mediasi atau dialog.
Keempat, menyerukan pihak-pihak yang melaporkan warga negara menggunakan UU ITE untuk berhenti menyalahgunakan hukum demi kepentingan pribadi, kelompok atau politik kekuasaan yang jauh darinilai-nilai kebenaran dan keadilan. Tindakan membungkam kebebasan berbicara orang lain dengan menggunakan Undang-undang sesungguhnya adalah tindakan menggali kubur untuk kebebasan berbicara semua orang di negeri ini.