"Pemberian marga tersebut, tentu saja harus dijaga dengan baik oleh Kahiyang, karena sudah resmi menjadi bermarga Siregar," kata Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara (USU) Dr Suprayitno MHum.
Kahiyang sebagai puteri Solo, menurut dia, dianugerahi marga Siregar juga harus mengikuti ketentuan yang berlaku bagi adat adat-istiadat tersebut.
"Hal ini dilakukan Kahiyang, karena dirinya bukan hanya sebagai etnis Jawa, tetapi juga sudah menjadi bagian dari adat Mandailing dan harus diikuti," ujar Suprayitno.
Ia menjelaskan, hal seperti itu, juga berlaku bagi orang Batak yang diberikan gelar kehormatan dari Keraton Solo, tentunya juga harus mengikuti ketentuan adat Jawa tersebut.
Kahiyang, dalam ketentuan adat Mandailing tidak lagi disebut namanya secara pribadi, tetapi harus diikutsertakan dengan marganya Siregar.
"Jadi, Kahiyang, dalam sebutan namanya harus ditambah dengan sebutan Siregar, dan hal tersebut sesuai dengan peraturan adat," ucapnya.
Suprayitno menjelaskan, pemberian marga Siregar kepada Kahiyang, sudah melalui sidang adat Mandailing, dan melalui pembahasan yang secara mendalam.
Sehubungan dengan itu, Kahiyang harus tetap menghormati ketentuan adat yang berlaku.
"Pemberian marga Siregar untuk Kahiyang Ayu, karena merupakan faktor perkawinan antaretnik, dan hal tersebut adalah budaya yang harus tetap dijaga, serta dipertahankan," kata Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Sumatera Utara itu. [Antara]
Baca Juga: Petugas Kebersihan Masjid di Tangsel Curi Kotak Amal