Arab, Eropa, PBB Kecam Trump Akui Yerusalem Ibu Kota Israel

Tomi Tresnady Suara.Com
Kamis, 07 Desember 2017 | 07:01 WIB
Arab, Eropa, PBB Kecam Trump Akui Yerusalem Ibu Kota Israel
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. [AFP/Nicholas Kamm]

Suara.com - Negara-negara Arab dan masyarakat Muslim di seantero Timur Tengah pada Rabu mengecam pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Mereka menganggap pengakuan itu sebagai langkah yang memanas-manasi wilayah yang bergejolak.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dalam pidato yang direkam sebelumnya, mengatakan Yerusalem merupakan "ibu kota abadi Negara Palestina" dan bahwa langkah Trump itu sama saja dengan Amerika Serikat sedang melepaskan peranannya sebagai penengah perdamaian." Putaran terakhir perundingan perdamaian Israel-Palestina yang ditengahi Washington buyar pada 2014.

Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-bangsa menyuarakan kehawatiran atas keputusan Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan kedutaan besar AS di Israel ke Yerusalem.

Mereka juga mengkhawatirkan akibat yang ditimbulkan Trump terhadap upaya untuk menghidupkan kembali proses perdamaian Israel-Palestina.

Banyak negara sekutu AS juga menentang pembalikan kebijakan AS bertahun-tahun serta kebijakan luar negeri AS atas Yerusalem.

Prancis menentang keputusan "sepihak" itu dan, pada saat yang sama, meminta agar semua pihak di kawasan tetap tenang.

Inggris mengatakan langkah Trump itu tidak membantu upaya perdamaian dan bahwa Yerusalem pada akhirnya harus dibagi untuk Israel dan negara Palestina di masa depan.

Jerman menyatakan bahwa status Yerusalem harus ditentukan melalui kerangka penyelesaian dua-negara.

Baca Juga: Reaksi Paus Jelang Trump Restui Yerusalem Ibukota Israel

Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan pengakuan atas Yerusalem merupakan keputusan yang berbahaya dan mengancam kredibilitas Amerika Serikat sebagai mediator perdamaian Timur Tengah.

Ia mengatakan bahwa langkah tersebut akan memundurkan proses perdamaian berpuluh-puluh tahun serta mengancam stabilitas kawasan, dan mungkin stabilitas dunia.

Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani, mengatakan pengakuan Trump atas Yerusalem merupakan "hukuman mati bagi siapa pun yang mengupayakan perdamaian" dan menyebut langkah itu sebagai "peningkatan (ketegangan) yang berbahaya".

Mesir, yang memajukan kesepakatan perdamaian pertama antara Arab dan Israel pada 1979, menentang keputusan Trump dan mengatakan bahwa pengakuan presiden AS itu tidak mengubah status hukum Yerusalem yang disengketakan.

Jordania, negara Arab kedua yang membuat perdamaian dengan Israel pada 1994, mengatakan langkah Trump merupakan tindakan yang "gugur secara hukum" karena keputusannya itu merupakan penguatan terhadap pendudukan Israel di wilayah timur kota, yang disengketakan dalam perang Timur Tengah pada 1967.

Turki menyebut pengakuan Trump atas Yerusalem sebagai langkah "yang tidak bertanggung jawab".

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI